Yang mau download Askeb Patologis Silahkan klik link dibawah ini :
1. Gastro Enteritis http://www.ziddu.com/download/2969966/GastroEntritis.doc.html
2. Anemia Ringan http://www.ziddu.com/download/2969925/AnemiaRingan.doc.html
3. Asfiksia Ringan http://www.ziddu.com/download/2969927/AsfiksiaRingan.doc.html
4. Bendungan ASI http://www.ziddu.com/download/2969923/BendunganAsi.doc.html
5. Distosia Bahu http://www.ziddu.com/download/2969924/DistosiaBahu.doc.html
6. Implan http://www.ziddu.com/download/2969964/Implan.doc.html
7. ISPA http://www.ziddu.com/download/2969968/ISPA.doc.html
8. Mastitis http://www.ziddu.com/download/2969983/Mastitis.doc.html
9. Presentasi Bokong http://www.ziddu.com/download/2969984/PresentasiBokong.doc.html
10. KB Suntik http://www.ziddu.com/download/2969965/KBSuntik.doc.html
11. Asfiksia Sedang http://www.ziddu.com/download/2969926/AsfiksiaSedang.doc.html
12. Hiperemesis Gravidarum http://www.ziddu.com/download/2969967/HiperemesisGravidarum.doc.html
Sabtu, 06 Februari 2010
Premature Baby dengan Low Birth Weight Baby
A. Definisi
Pada tahun 1961 WHO telah mengganti istilah Premature Baby dengan Low Birth Weight Baby (Bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi premature). Keadaan ini dapat disebabkan oleh :
1. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu berat yang sesuai masa kehamilan dihitung dari HPHT yang teratur.
2. Bayi Small for Gestational Age (SGA) bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilan (kecil untuk masa kehamilannya : KMK)
3. Kedua-duanya
WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok :
- Preterm : kurang dari 37 minggu lengkap (<285 hari)
- Term : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap
(259-293 hari)
- Post term : 42 minggu lengkap/lebih (294 hari)
Ciri dan masalah kedua bentuk BBLR (SMK dan KMK) ini berbeda-beda. Oleh karena itu perlu diketahui umur kehamilan dengan mengetahui HPHT, bunyi jantung pertama yang dapat didengar (kehamilan 18-22 minggu), fetal quickening (kehamilan 16-18 minggu), tinggi fundus, dan fetal ultra sound, diameter biparietal/ diduga bila KMK ratio lingkar kepala terhadap lingkaran perut harus dinilai.
(Ilmu kebidanan, YPB Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 hlm 772)
B. Bayi Premature (SMK)
Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya, dengan pengelolaan yang optimal dan dengan cara yang kompleks serta menggunakan alat-alat yang canggih, beberapa gagguan yang berhubungan dengan prematuritasnya dapat diatasi, dengan demikian gejala yang mungkin diderita dikemudian hari dapat dicegah dan dikurangi. Faktor yang merupakan predisposisi terjadinya kelahiran prematur.
1. Faktor ibu : riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/kronis lainya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 36 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma dan lain-lain.
2. Faktor janin : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini
3. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
4. Tidak diketahui
(Ilmu Kebidanan, YPB Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 hlm 776)
Problematika Bayi Prematur
Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi prematur. Oleh sebab itu, ia lebih banyak mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilan makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya pun akan berkurang, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tingginya angka kematian, dalam hubungan ini sebagian besar perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur.
Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat tubuh baik anatomik maupun fisiologik maka :
- Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak dibawah kulit.
- Gangguan pernafasan yang sering mengakibatkan penyakit berat pada BBLR.
- Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi.
- Gangguan imunologik, daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G Gama Globulin
(Ilmu kebidanan, YPB Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 hlm 776)
Gambaran Klinik
Tampak luar dan tingkah laku bayi prematur tergantung tuanya kehamilan. Karakteristik untuk bayi prematur adalah berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari atau sama dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, umur kehamilan kurang dari 31 minggu. Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lanugonya banyak, lemak subkutan berkurang, sering tampak peristaltik usus, tangisnya lemah dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering timbul apnue. Reflek tonik leher lemak dari reflek moro positif. Gerakan otot jarang akan tetapi lebih baik dari bayi cukup bulan.
(Ilmu kebidanan, YPB Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 hlm 777)
Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan :
a. Pengaturan suhu
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermi bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 360C – 370C adalah dengan memakai alat persprekheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator.
b. Makanan bayi
Makanan bayi prematur, reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang. Disamping itu kebutuhan protein 3-5 gr/hari dan tinggi kalor (110 kg/kal/hari). Agar berat badan bertambah bertambah sebanyak-banyaknya. Oleh karena mudahnya terjadi regurgitasi dan peneumonia aspirasi pada BBLR, maka hal-hal dibawah ini harus diperhatikan pada pemberian minum bayi tersebut.
1. Bayi diletakkan pada posisi kanan dan membantu mengosongkan lambung atau dalam posisi setengah duduk dipangkuan perawat atau tidur tengkurap
2. Sebelum susu diberikan untuk mencegah perut kembung, bayi diberi minum sedikit-sedikit dengan perlahan dan hati-hati. Penambhan susu tiap kali minum tidak boleh lebih dari 5 ml tiap kali.
3. Sesudah minum bayi didudukan atau diletakkan di atas pundak selama 10-15 menit untuk mengeluarkan udara di lambung dan kemudian di tidurkan pad sisi kanan atau tidur dalam posisi tengkurap.
4. Bila bayi biru atau mengalami kesukaran bernafas pad waktu minum, kepala bayi harus segera direndahkan 300, cairan di mulut dan faring dihisap.
c. Bayi Prematur
Mudah sekali diserang infeksi, ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang. Relatif belum sanggp membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik.
Tindakan aseptic dan antiseptic harus digalakkan, baik dirawat gabung ataupun dibangsal neonatus. Infeksi yang sering terjadi ilah infeksi silang melalui para medis dan petugas lain yang berhubungan dengan bayi. Untuk mencegah penularan infeksi pada bayi dilakukan :
1. Diadakan pemisahan antara bayi terinfeksi dan tidak,
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi,
3. Membersihkan tempat tidur bayi segera jika sudah tidak terpakai lagi,
4. Mmembersihkan ruangan pada waktu-waktu tertentu,
5. Setiap bayi mempunyai perlangkapan sendiri,
6. Memandikan bayi,
7. Setiap petugas memakai pakaian yang telah disediakan,
8. Petugas yang memiliki penyakit menular dilarang merawat bayi.
9. Kulit dan tali pusat bayi harus dibersihkan
10. Para pengunjung melihat bayi di belakang kaca.
C. Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan
Istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus. Setiap bayi baru lahir (prematur, matur, post matur) mungkin saja mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasi (Ilmu Kebidanan, YBP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002, Hal 778-782).
Etiologi
Faktor ibu : Hipertensi dan penyakit ginjal yang kronik, perokok, penderita diabetes mellitus yang berat, toksemia, hipoksia ibu (tinggal di derah pegunungan. penyakit paru kronik), gizi buruk, peminum alkohol.
Faktor uterus dan plasenta : Kelainan pembuluh darah, insersi tali pusat, yang tidak normal, uterus bikornis, transfusi dari kembar satu ke kembar yang lain, sebagian plasenta lepas.
Faktor janin : Ganda, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam kandungan (TO12 + CH).
Faktor lain : Keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui.
(Ilmu Kebidanan, YBP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002, Hal 778-782).
Problematik bayi KMK
Pada umumnya maturitas fisiologik bayi ini sesuai dengan masa okstasinya dan sedikit dipengaruhi oleh gangguan pertumbuhan di dalam uterus. Dengan kode lain alat dalam tubuhnya sudah bertumbuh lebih baik bila disbanding dengan bayi prematur dengan berat badan yang sama.
Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotorak, ini disebabkan distress yang dialami bayi pada masa persalinan.
Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bagi KMK mempunyai hemoglobin yang tinggi yang disebabkan oleh hypoxia kronik dalam uterus.
Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat.
Keadaan lain yang dapat terjadi : asfiksia sedang sampai berat, perdarahan, panas badan tinggi, cacat bawaan yang mematikan (Ilmu Kebidanan, YBP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002, Hal 782).
Penatalaksanaan
Pada umumnya sama dengan perawatan neonatorum umumnya, seperti pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegah infeksi, dan lain - lain, akan tetapi karena bayi ini mempunyai problematik yang agak berbeda dengan bayi lainya maka harus diperhatikan hal - hal berikut ini :
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin serta menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi.
2. Pemeriksa kadar gula darah dengan dextrastix atau di laboratorium. Bila terbukti adanva hipoglikemia harus segera diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.
5. Melakukan tracheal - washing pada bayi yang diduga akan menderita asprirasi mekonium.
Prognosis
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari beratnya masalah perinatal misalnya masa gestasi, asfiksia, sindroma gangguan pernafasan, perdarahan intraventrikuler, displasia, bronkopulmonal, infeksi, gangguan metabolik.
Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada kehamilan, persalinan, dan post natal (Wiknjosastro, 2002. Hal : 783).
Pada tahun 1961 WHO telah mengganti istilah Premature Baby dengan Low Birth Weight Baby (Bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi premature). Keadaan ini dapat disebabkan oleh :
1. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu berat yang sesuai masa kehamilan dihitung dari HPHT yang teratur.
2. Bayi Small for Gestational Age (SGA) bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilan (kecil untuk masa kehamilannya : KMK)
3. Kedua-duanya
WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok :
- Preterm : kurang dari 37 minggu lengkap (<285 hari)
- Term : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap
(259-293 hari)
- Post term : 42 minggu lengkap/lebih (294 hari)
Ciri dan masalah kedua bentuk BBLR (SMK dan KMK) ini berbeda-beda. Oleh karena itu perlu diketahui umur kehamilan dengan mengetahui HPHT, bunyi jantung pertama yang dapat didengar (kehamilan 18-22 minggu), fetal quickening (kehamilan 16-18 minggu), tinggi fundus, dan fetal ultra sound, diameter biparietal/ diduga bila KMK ratio lingkar kepala terhadap lingkaran perut harus dinilai.
(Ilmu kebidanan, YPB Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 hlm 772)
B. Bayi Premature (SMK)
Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya, dengan pengelolaan yang optimal dan dengan cara yang kompleks serta menggunakan alat-alat yang canggih, beberapa gagguan yang berhubungan dengan prematuritasnya dapat diatasi, dengan demikian gejala yang mungkin diderita dikemudian hari dapat dicegah dan dikurangi. Faktor yang merupakan predisposisi terjadinya kelahiran prematur.
1. Faktor ibu : riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/kronis lainya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 36 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma dan lain-lain.
2. Faktor janin : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini
3. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
4. Tidak diketahui
(Ilmu Kebidanan, YPB Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 hlm 776)
Problematika Bayi Prematur
Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi prematur. Oleh sebab itu, ia lebih banyak mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilan makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya pun akan berkurang, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tingginya angka kematian, dalam hubungan ini sebagian besar perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur.
Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat tubuh baik anatomik maupun fisiologik maka :
- Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak dibawah kulit.
- Gangguan pernafasan yang sering mengakibatkan penyakit berat pada BBLR.
- Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi.
- Gangguan imunologik, daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G Gama Globulin
(Ilmu kebidanan, YPB Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 hlm 776)
Gambaran Klinik
Tampak luar dan tingkah laku bayi prematur tergantung tuanya kehamilan. Karakteristik untuk bayi prematur adalah berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari atau sama dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, umur kehamilan kurang dari 31 minggu. Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lanugonya banyak, lemak subkutan berkurang, sering tampak peristaltik usus, tangisnya lemah dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering timbul apnue. Reflek tonik leher lemak dari reflek moro positif. Gerakan otot jarang akan tetapi lebih baik dari bayi cukup bulan.
(Ilmu kebidanan, YPB Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 hlm 777)
Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan :
a. Pengaturan suhu
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermi bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 360C – 370C adalah dengan memakai alat persprekheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator.
b. Makanan bayi
Makanan bayi prematur, reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang. Disamping itu kebutuhan protein 3-5 gr/hari dan tinggi kalor (110 kg/kal/hari). Agar berat badan bertambah bertambah sebanyak-banyaknya. Oleh karena mudahnya terjadi regurgitasi dan peneumonia aspirasi pada BBLR, maka hal-hal dibawah ini harus diperhatikan pada pemberian minum bayi tersebut.
1. Bayi diletakkan pada posisi kanan dan membantu mengosongkan lambung atau dalam posisi setengah duduk dipangkuan perawat atau tidur tengkurap
2. Sebelum susu diberikan untuk mencegah perut kembung, bayi diberi minum sedikit-sedikit dengan perlahan dan hati-hati. Penambhan susu tiap kali minum tidak boleh lebih dari 5 ml tiap kali.
3. Sesudah minum bayi didudukan atau diletakkan di atas pundak selama 10-15 menit untuk mengeluarkan udara di lambung dan kemudian di tidurkan pad sisi kanan atau tidur dalam posisi tengkurap.
4. Bila bayi biru atau mengalami kesukaran bernafas pad waktu minum, kepala bayi harus segera direndahkan 300, cairan di mulut dan faring dihisap.
c. Bayi Prematur
Mudah sekali diserang infeksi, ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang. Relatif belum sanggp membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik.
Tindakan aseptic dan antiseptic harus digalakkan, baik dirawat gabung ataupun dibangsal neonatus. Infeksi yang sering terjadi ilah infeksi silang melalui para medis dan petugas lain yang berhubungan dengan bayi. Untuk mencegah penularan infeksi pada bayi dilakukan :
1. Diadakan pemisahan antara bayi terinfeksi dan tidak,
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi,
3. Membersihkan tempat tidur bayi segera jika sudah tidak terpakai lagi,
4. Mmembersihkan ruangan pada waktu-waktu tertentu,
5. Setiap bayi mempunyai perlangkapan sendiri,
6. Memandikan bayi,
7. Setiap petugas memakai pakaian yang telah disediakan,
8. Petugas yang memiliki penyakit menular dilarang merawat bayi.
9. Kulit dan tali pusat bayi harus dibersihkan
10. Para pengunjung melihat bayi di belakang kaca.
C. Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan
Istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus. Setiap bayi baru lahir (prematur, matur, post matur) mungkin saja mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasi (Ilmu Kebidanan, YBP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002, Hal 778-782).
Etiologi
Faktor ibu : Hipertensi dan penyakit ginjal yang kronik, perokok, penderita diabetes mellitus yang berat, toksemia, hipoksia ibu (tinggal di derah pegunungan. penyakit paru kronik), gizi buruk, peminum alkohol.
Faktor uterus dan plasenta : Kelainan pembuluh darah, insersi tali pusat, yang tidak normal, uterus bikornis, transfusi dari kembar satu ke kembar yang lain, sebagian plasenta lepas.
Faktor janin : Ganda, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam kandungan (TO12 + CH).
Faktor lain : Keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui.
(Ilmu Kebidanan, YBP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002, Hal 778-782).
Problematik bayi KMK
Pada umumnya maturitas fisiologik bayi ini sesuai dengan masa okstasinya dan sedikit dipengaruhi oleh gangguan pertumbuhan di dalam uterus. Dengan kode lain alat dalam tubuhnya sudah bertumbuh lebih baik bila disbanding dengan bayi prematur dengan berat badan yang sama.
Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotorak, ini disebabkan distress yang dialami bayi pada masa persalinan.
Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bagi KMK mempunyai hemoglobin yang tinggi yang disebabkan oleh hypoxia kronik dalam uterus.
Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat.
Keadaan lain yang dapat terjadi : asfiksia sedang sampai berat, perdarahan, panas badan tinggi, cacat bawaan yang mematikan (Ilmu Kebidanan, YBP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002, Hal 782).
Penatalaksanaan
Pada umumnya sama dengan perawatan neonatorum umumnya, seperti pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegah infeksi, dan lain - lain, akan tetapi karena bayi ini mempunyai problematik yang agak berbeda dengan bayi lainya maka harus diperhatikan hal - hal berikut ini :
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin serta menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi.
2. Pemeriksa kadar gula darah dengan dextrastix atau di laboratorium. Bila terbukti adanva hipoglikemia harus segera diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.
5. Melakukan tracheal - washing pada bayi yang diduga akan menderita asprirasi mekonium.
Prognosis
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari beratnya masalah perinatal misalnya masa gestasi, asfiksia, sindroma gangguan pernafasan, perdarahan intraventrikuler, displasia, bronkopulmonal, infeksi, gangguan metabolik.
Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada kehamilan, persalinan, dan post natal (Wiknjosastro, 2002. Hal : 783).
INTRA UTERINE GROWTH RETARDATION (IUGR) / KMK
Banyak istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus (IUGR) seperti Pseudopremature, Small for Dates, dysmature, Fetal Malnutrition Syndrome, Chronic Fetal Distress, IUGR dan Small for Gestational Age (SGA). Batasan yang diajukan oleh Lubchenco (1963) adalah bahwa setiap bayi yang berat lahirnya sama dengan atau lebih rendah dari 10th percentile oleh masa kehamilan pada Denver Intra uterine Growth Curves adalah bayi SGA. Gambaran kliniknya tergantung daripada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan pertumbuhan yang mempengaruhi bayi tersebut.
Ada dua betuk IUGR menurut Renfield (1975), yaitu :
1. Proportionate IUGR
Janin yang menderita distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-mingu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena retardasi pada janin ini terjadi sebelum terbentuknya adipose tissue.
2. Dispropotionate IUGR
Terjadi akibat distress. Gangguan yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
Etiologi
1. Faktor Ibu
Hipertensi dan penyakit ginjal yang kronik, perokok, penderita DM yang berat, toksemia, hipoksia ibu, gizi buruk, drug abuse, peminum alkohol.
2. Faktor Uterus dan Plasenta
Kelainan pembuluh darah, insersi tali pusat yang abnormal, uterus infark plasenta, transfusi dari kembar satu ke kembar lain, sebagian plasenta lepas.
3. Faktor Janin
Ganda, kelainan kromosom, cacat bawaaan, infeksi dalam kandungan
4. Penyebab lain
Keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui.
Problematik Bayi IUGR
Bayi IUGR harus diwaspadai akan terjadinya beberapa komplikasi yang harus ditanggulangi dengan baik.
1. Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks
2. Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi IUGR mempunyai HB yang tinggi mungkin karena hipoksia kronik di dalam uterus.
3. Hipoglikemi terutama bila pemberian minum terlambat.
4. keadaan ini yang mungkin terjadi : asfiksia, perdarahan paru yang masif, hipotermi, cacat bawaan akibat kelainan kromosom dan infeksi intrauterin.
Penatalaksanaan
Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, tetapi karena bayi ini mempunyai problem yang agak berbeda maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin.
2. Memeriksa kadar gula darah dengan dextrostix jika hipoglikemi harus segera diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibanding dengan bayi SMK
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium.
Prognosis
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi, asfiksia/iskemia otak, sindroma gangguan pencernaan dll. Juga tergantung pada sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat hamil, persalinan dan postnatal.
Pengamatan Langsung
Bila bayi ini dapat mengatasi problem yang dideritanya, maka perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor SSP dan penyakit-penyakit seperti hidrosefalus, cerebral palsy dan sebagainya.
Ada dua betuk IUGR menurut Renfield (1975), yaitu :
1. Proportionate IUGR
Janin yang menderita distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-mingu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena retardasi pada janin ini terjadi sebelum terbentuknya adipose tissue.
2. Dispropotionate IUGR
Terjadi akibat distress. Gangguan yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
Etiologi
1. Faktor Ibu
Hipertensi dan penyakit ginjal yang kronik, perokok, penderita DM yang berat, toksemia, hipoksia ibu, gizi buruk, drug abuse, peminum alkohol.
2. Faktor Uterus dan Plasenta
Kelainan pembuluh darah, insersi tali pusat yang abnormal, uterus infark plasenta, transfusi dari kembar satu ke kembar lain, sebagian plasenta lepas.
3. Faktor Janin
Ganda, kelainan kromosom, cacat bawaaan, infeksi dalam kandungan
4. Penyebab lain
Keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui.
Problematik Bayi IUGR
Bayi IUGR harus diwaspadai akan terjadinya beberapa komplikasi yang harus ditanggulangi dengan baik.
1. Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks
2. Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi IUGR mempunyai HB yang tinggi mungkin karena hipoksia kronik di dalam uterus.
3. Hipoglikemi terutama bila pemberian minum terlambat.
4. keadaan ini yang mungkin terjadi : asfiksia, perdarahan paru yang masif, hipotermi, cacat bawaan akibat kelainan kromosom dan infeksi intrauterin.
Penatalaksanaan
Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, tetapi karena bayi ini mempunyai problem yang agak berbeda maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin.
2. Memeriksa kadar gula darah dengan dextrostix jika hipoglikemi harus segera diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibanding dengan bayi SMK
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium.
Prognosis
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi, asfiksia/iskemia otak, sindroma gangguan pencernaan dll. Juga tergantung pada sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat hamil, persalinan dan postnatal.
Pengamatan Langsung
Bila bayi ini dapat mengatasi problem yang dideritanya, maka perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor SSP dan penyakit-penyakit seperti hidrosefalus, cerebral palsy dan sebagainya.
INFEKSI POST PARTUM
Perdarahan karena trauma kelahiran dan setelah melahirkan membuat wanita lebih mudah terserang infeksi yang disebabkan oleh bakteri non nemolitik Streptococcus, Escherichia coli dan sejenis Staphylococcus.
1. Tergantung lokasi dan kehebatan luka infeksinya
2. Biasanya disertai demam, rasa sakit, bengkak
3. Temperatur lebih dari atau sama dengan 100,40F (380C) 24 jam pertama setelah kelahiran / lebih.
Indikasi demam saat setelah melahirkan
Perawatanya :
1. Memantau
2. Kebiasaan dan rangsangan
3. Memberikan antibiotik dan analgetik
4. Menjamin kenyaman; menganjurkan istirahat
5. Menggunakan tindakan pencegahan umum
6. Memulihkan tenaga dan memberikan diet tinggi kalori
7. Memberitahukan keluarga tentang keadaan ibu dan kemajuan kelahiran
8. Lebih meningkatkan hubungan antara ibu dan bayi sesering mungkin
9. Diakhiri dengan rencana dan persiapan peralatan.
Endometritis
Mikororganisme yang menyerang plasenta dan mungkin penyebarannya ke seluruh endometrium
Gejala :
1. Demam
2. Suhu tingi
3. Tidak nafsu makan
4. Malas
5. Uterus yang buruk
6. Lokea berbau busuk
7. Kram Uterin
Terapi :
1. Memberikan antibiotik dan analgetik
2. Menganjurkan posisi fowler
3. Memulihkan tenaga
4. Menggunakan tindakan pencegahan umum
Pelvic Cellulitis / Parametritis
Penyebarann mikroorganisme melalui sistem limfe dan melewati jaringan disekeliling uterus
Gejala :
1. Demam
2. Suhu tinggi
3. Sakit perut bagian bawah
4. Kelunakan hati
Terapi :
1. Memberikan antibiotik dan analgetik
2. Menganjurkan istirahat
3. Pemulihan tenaga
Infeksi Perineum
Trauma pada perineum membuat wanita mudah terserang infeksi
Gejala :
1. Sakit lokal
2. Demam
3. Nyeri hebat
4. Kemerahan
5. Pengeringan seropurulent
Terapi :
1. Memberikan antibiotik dan analgetik
2. Menganjurkan mandi air panan / dingin
3. Menggunakan tindakan pencegahan umum
Perawatan Perineum
Mengajarkan Kesehatan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merubah masing-masing pengalas, setelah buang air / BAB.
2. Perawatan Perineum-mengusap dari depan ke belakang dengan bersih, dengan air hangat/sejuk/dingin, pencegahan dengan antiseptik dan tidak memisahkan labia.
3. Memelihara kebersihan dari pengalas/pembalut
4. Menghindari menggunakan tampon sampai permulaan siklus haid lagi.
5. Evaluasi/Hasil Kriteria.
1. Tergantung lokasi dan kehebatan luka infeksinya
2. Biasanya disertai demam, rasa sakit, bengkak
3. Temperatur lebih dari atau sama dengan 100,40F (380C) 24 jam pertama setelah kelahiran / lebih.
Indikasi demam saat setelah melahirkan
Perawatanya :
1. Memantau
2. Kebiasaan dan rangsangan
3. Memberikan antibiotik dan analgetik
4. Menjamin kenyaman; menganjurkan istirahat
5. Menggunakan tindakan pencegahan umum
6. Memulihkan tenaga dan memberikan diet tinggi kalori
7. Memberitahukan keluarga tentang keadaan ibu dan kemajuan kelahiran
8. Lebih meningkatkan hubungan antara ibu dan bayi sesering mungkin
9. Diakhiri dengan rencana dan persiapan peralatan.
Endometritis
Mikororganisme yang menyerang plasenta dan mungkin penyebarannya ke seluruh endometrium
Gejala :
1. Demam
2. Suhu tingi
3. Tidak nafsu makan
4. Malas
5. Uterus yang buruk
6. Lokea berbau busuk
7. Kram Uterin
Terapi :
1. Memberikan antibiotik dan analgetik
2. Menganjurkan posisi fowler
3. Memulihkan tenaga
4. Menggunakan tindakan pencegahan umum
Pelvic Cellulitis / Parametritis
Penyebarann mikroorganisme melalui sistem limfe dan melewati jaringan disekeliling uterus
Gejala :
1. Demam
2. Suhu tinggi
3. Sakit perut bagian bawah
4. Kelunakan hati
Terapi :
1. Memberikan antibiotik dan analgetik
2. Menganjurkan istirahat
3. Pemulihan tenaga
Infeksi Perineum
Trauma pada perineum membuat wanita mudah terserang infeksi
Gejala :
1. Sakit lokal
2. Demam
3. Nyeri hebat
4. Kemerahan
5. Pengeringan seropurulent
Terapi :
1. Memberikan antibiotik dan analgetik
2. Menganjurkan mandi air panan / dingin
3. Menggunakan tindakan pencegahan umum
Perawatan Perineum
Mengajarkan Kesehatan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merubah masing-masing pengalas, setelah buang air / BAB.
2. Perawatan Perineum-mengusap dari depan ke belakang dengan bersih, dengan air hangat/sejuk/dingin, pencegahan dengan antiseptik dan tidak memisahkan labia.
3. Memelihara kebersihan dari pengalas/pembalut
4. Menghindari menggunakan tampon sampai permulaan siklus haid lagi.
5. Evaluasi/Hasil Kriteria.
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai meng-ganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi.
Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan:
(a) Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes, dan kehamil¬an ganda akibat peningkatan kadar HCG.
(b) Faktor organik, karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.
(c) Faktor psikologik: keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya.
(d) Faktor endokrin Iainnya: hipertiroid, diabetes, dan lain-lain.
Batas mual muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan, bisa lebih dari 10 kali muntah; akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis.
Tingkat I = Ringan
Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau makan, berat badan turun dan rasa nyeri di epigastrium; nadi sekitar 100 kali permenit, tekanan darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering, dan mata cekung.
Tingkat II = Sedang
Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih pa¬rah: lemah, apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor; nadi kecil dan cepat, suhu badan naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi. Dapat pula terjadi asetonuria, clan dari nafas keluar bau aseton.
Tingkat III = Berat
Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma, nadi kecil, halus dan cepat; dehidrasi hebat, suhu badan naik, dan tensi turun sekali, ikterus. Komplikasi yang dapat berakibat fatal terjadi pada susunan syaraf pusat (ensefalopati Wernicke) dengan adanya: nistagmus, diplopia, perubalan mental.
Patologi
Dari otopsi wanita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh keterangan bahwa terjadi kelainan pada organ-organ tubuh sebagai berikut:
(a) Hepar: Pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentri¬lobuler tanpa nekrosis.
(b) Jantung: Jantung atrofi, kecil dari biasa. Kadang kala dijumpai perdarahan sub-endokardial.
(c) Otak: Terdapat bercak perdarahan pada otak.
(d) Ginjal: Tampak pucat, degenerasi lemak pada tubuli kontorti.
Penanganan
(1) Pencegahan, dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamil¬an kepada ibu-ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut. Juga tentang diit ibu hamil, makan jangan sekaligus banyak; tetapi dalam porsi sedikit-sedikit namun sering. Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan terasa oyong, mual, dan muntah. Defeksi hendaknya diusaha¬kan teratur.
(2) Terapi obat, menggunakan sedativa (Luminal, Stesolid); vitamin (B1 dan B6); anti-muntah (Mediamer B6, Drammamin, Avopreg, Avomin, Torecan); antasida dan anti mulas.
(3) Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
- Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur di rumah sakit saja, telah banyak mengurangi mual muntahnya.
- Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa pengo¬batan khusus telah mengurangi mual dan muntah.
- Terapi psikologik. Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal, dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan kha¬watir. Cari dan coba hilangkan faktor psikologis seperti keadaan sosio ekonomi dan pekerjaan serta lingkungan.
- Penambahan cairan. Berikan infus dekstrosa atau glukosa 5% sebanyak 2-3 liter dalam 24 jam.
- Berikan obat-obatan seperti telah dikemukakan di atas.
- Pada beberapa kasus dan bila terapi tidak dapat dengan cepat memperbaiki keadaan umum penderita, dapat dipertimbangkan suatu abortus buatan.
KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu; yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Etiologi
Penyebab dari PROM tidak atau masih belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
Patogenesis
TAYLOR dkk. telah menyelidiki hal ini, ternyata ada hubungannya dengan hal-hal berikut:
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pe¬cah. Penyakit-penyakit sepertipielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis ter¬dapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah: multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompeten, dan lain-lain.
Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan ter¬lalu dini.
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan kita apakah ketuban benar sudah pecah atau belum; apalagi bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.
Cara menentukannya adalah dengan:
Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum, verniks kaseosa, rambut lanugo, atau bila telah terinfeksi berbau.
Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servisis dan apakah ada bagian yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus (litmus)
bila menjadi biru (basa) - air ketuban.
bila menjadi merah (asam) - air kemih (urin).
Pemeriksaan pH forniks posterior pada PROM pH adalah basa (air ketuban). Pemeriksaan histopatologi air (ketuban).
aborization dan sitologi air ketuban.
Pengaruh PROM
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal.
b. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan men¬jadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat clan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu.
Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mung-kin timbul serta umur dari kehamilan.
Pimpinan Persalinan
Ada bermacam-macam pendapat mengenai penatalaksanaan dan pimpinan persalinan dalam menghadapi PROM. Beberapa institut menganjurkan penatalak-sanaan untuk PROM kira-kira sebagai berikut:
(1) Bila anak belum viable (kurang dari 36 minggu), penderita dianjurkan untuk beristirahat di tempat tidur dan berikan obat-obat antibiotika pro¬filaksis, spasmolitika, dan roboransia dengan tujuan untuk mengundur waktu sampai anak viable.
(2) Bila anak sudah viable (lebih dari 36 minggu), lakukan induksi partus 6-12 jam setelah lag phase dan berikan antibiotika profilaksis. Pada kasus-kasus tertentu dimana induksi partus dengan PGE2 clan atau drips sintosinon gagal, maka lakukanlah tindakan operatif.
Jadi pada PROM penyelesaian persalinan bisa:
Partus spontan
Ekstraksi vakum
Ekstraksi forsep
Embriotomi bila anak sudah meninggal
Seksio sesarea bila ada indikasi obstetrik.
Komplikasi
Pada anak
IUFD dan IPFD, asfiksia, dan prematuritas
Pada Ibu
Partus lama dan infeksi, atonia uteri, perdarahan postpartum, atauy infeksi nifas.
PLASENTA PREVIA
Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada temat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri iternal)
Klasifikasi
Menurut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm:
(1) Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
(2) Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembu¬kaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2:
- Plasenta previa lateralis posterior: bila sebagian menutupi ostium bagian belakang
- Plasenta previa lateralis anterior: bila menutupi ostium bagian depan
- Plasenta previa marginalis: bila sebagian kecil atau hanya pinggir os¬tium yang ditutupi plasenta.
Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat:
(1) Plasenta previa totalis: seluruh ostium ditutupi plasenta
(2) Plasenta previa partialis: sebagian ditutupi plasenta
(3) Plasenta letak rendah (low-lying placenta): tepi plasenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba.
Menurut Browne:
(1) Tingkat I = Lateral placenta previa:
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan
(2) Tingkat 2 = Marginal plasenta previa:
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
(3) Tingkat 3 = Complete plasenta previa:
Plasenta menutupi osteum waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pem¬bukaan hampir lengkap
(4) Tingkat 4 = Central plasenta previa;
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
Menurut penulis lain plasenta previa dibagi menurut persentase plasenta yang menutupi pembukaan:
Plasenta previa 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Di beberapa institut di Indonesia termasuk di RS. Pirngadi Medan, kla¬sifikasi yang dipakai kurang lebih menurut pembagian de Snoo pada pem¬bukaan kira-kira 4 cm.
Etiologi
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etio-loginya.
(1) Endometrium yang inferior
(2) Chorion leave yang persisten
(3) Korpus luteum yang bereaksi lambat.
Faktor-faktor etiologi:
(1) Umur dan paritas
Pada primigravida, umur diatas 35 tahun tebih sering daripada umur di-bawah 25 tahun
Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah.
Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil; hal ini disebabkan banyak wanita Indo¬nesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum ma¬tang (inferior).
(2) Hipoplasia endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda
(3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta
(4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap mene¬rima hasil konsepsi
(5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium (6) Kadang-kadang pada malnutrisi.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksxr.,ke, dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin: letak kepala mengapung, letak sungsang, letak lintang.
Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks. Selain itu jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his; juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus
(1) Letak janin yang tidak normal, menyebabkan partus akan menjadi pa¬tologik
(2) Bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan dapat terjadi prolaps funikuli
(3) Sering dijumpai inersia primer
(4) Perdarahan.
Komplikasi Plasenta Previa
(1) Prolaps tali pusat
(2) Prolaps plasenta
(3) Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
(4) Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
(5) Perdarahan postpartum
(6) Infeksi karena perdarahan yang banyak
(7) Bayi prematur atau lahir mati.
Pananganan
(1) Penanganan pasif
Perhatian:
Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apa¬pun, baik rektal apalagi vaginal (Eastman).
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan janin dibawah 2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin, atau pro¬gesteron. Observasilah dengan teliti.
Sambil mengawasi periksalah golongan darah, dan siapkan donor transfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mung¬kin supaya janin terhindar dari prematuritas.
Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa, rujuk segera ke rumah sakit di mana terdapat fasilitas operasi dan transfusi darah.
Bila kekurangan darah, berikanlah transfusi darah dan obat-obat penambah darah.
Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah:
jenis plasenta previa
perdarahan: banyak, atau sedikit tetapi berulang-ulang
keadaan umum ibu hamil
keadaan janin: hidup, gawat, atau meninggal - pembukaan jalan lahir
paritas atau jumlah anak hidup
fasilitas penolong dan rumah sakit.
TALI PUSAT MENUMBUNG
Tati pusat terkemuka, adalah keadaan dimana tali pusat yang berada di sam¬ping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis serviksalis. Ketuban masih intak. Tali pusat menumbung adalah bila teraba tali pusat keluar dan biasanya ke¬tubansudah pecah.
Etiologi
Pada umumnya prolapsus funiculi terdapat pada keadaan dimana bagian terdepan janin tidak terfiksasi pada p.a.p., misalnya pada:
letak lintang
letak sungsang
panggul sempit
hidrosefalus dan anensefalus
hidramnion
plasenta previa dan plasenta letak rendah.
Diagnosis
Ketuban sudah pecah dan kepala masih goyang, pada pemeriksaan dalam teraba tali pusat. Raba juga bagaimana pulsasi tali pusat.
Penanganan
(a) Tali pusat terkemuka
(1) Usahakan ketuban jangan pecah.
(2) Ibu dalam posisi Trendelenberg berbaring miring dengan arah berten¬tangan dengan tempat tali pusat.
(3) Lakukan reposisi dan dorong kepala ke dalam p.a.p.
(b) Tali pusat menumbung
(1) Letak kepala
Bila pembukaan masih kecil lakukan seksio sesarea
Bila pembukaan sudah lengkap:
• Kepala dengan ukuran terbesar sudah melewati p.a.p. ekstraksi vakum atau forsep
• Kepala goyang versi dan ekstraksi atau seksio sesarea.
(2) Letak lintang ........... seksio sesarea.
(3) Letak sungsang
tunggu, bila pembukaan lengkap
ekstraksi kaki:
Pada prolapsus funiculi dengan anak yang sudah meninggal, tunggu saja partus spontan.
Prognosis
Tali pusat menumbung tidak membahayakan si ibu dan tidak menyulitkan per¬salinan. Bahaya yang mengancam adalah bagi si janin, terutama pada letak kepala.
SYOK DALAM OBSTETRI
Adalah syok yang dijumpai dalam kebidanan yang disebabkan baik oleh perda-rahan, trauma, atau sebab-sebab lainnya.
Klasifikasi
Menurut sebab utamanya dibagi 3, yaitu:
(1) Syok hemoragik karena perdarahan
(2) Syok endotoksin karena infeksi berat (syok bakterial)
(3) Syok oleh sebab-sebab lain.
Etiologi
perdarahan
infeksi berat
solusio plasenta
luka-luka jalan lahir
emboli air ketuban
inversio uteri
syok postural
kolaps vasomotor postpartum
kombinasi hal-hal diatas
faktor-faktor predisposisi timbulnya syok adalah anemia, malnutrisi, dehi¬drasi, partus lama, dan asidosis.
Syok Hemoragik
Banyak terjadi dalam obstetri, disebabkan oleh perdarahan postpartum, perda¬rahan karena abortus, kehamilan ektopik terganggu, plasenta previa, solusio plasen¬ta, ruptura uteri dan perlukaan jalan lahir lainnya.
Penanganannya adalah dengan menghilangkan penyebab dan mengganti segera darah yang hilang.
Solusio Plasenta
Terjadi fibrinopenia dan pelepasan banyak tromboplastin yang mengakibatkan DIC disertai fibrinolisis, karena itu terjadilah a- atau hipofibrinogenemia. Bahkan serat-serat fibrin dapat dijumpai dalam pembuluh darah paru-paru.
Emboli Air Ketuban
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat waktu kehamilan. Untuk terjadinya emboli ini harus ada hubungan langsung antara air ketuban dan pembuluh darah ibu. Ini bisa kita jumpai pada ruptura uteri, seksio sesarea, solusio plasenta, atau luka-luka jalan lahir lainnya.
Akan tetapi sering hubungan langsung ini tidak dapat dinyatakan dengan jelas. Adapun faktor-faktor predisposisi dari terjadinya emboli air ketuban adalah:
(1) Ketuban pecah sebelum waktunya dan ada perlukaan pada ketuban atau plasenta.
(2) His yang kuat (tetaniform)
(3) Toksemia gravidarum dan solusio plasenta.
Menurut patogenesisnya ada 2 teori untuk menerangkan gejala-gejala yang dijumpai pada emboli air ketuban:
Teori mekanis:
Yaitu ketuban berisi lanugo, verniks kaseosa, dan mekonium yang dapat me-nyumbat kapiler paru-paru dan menyebabkan syok.
Teori anafilaksis:
Jumlah air ketuban yang masuk tidak demikian banyaknya sehingga dapat menerangkan terjadinya kematian yang cepat. Maka di samping penyumbat¬an harus ada faktor lain yang dapat menerangkan gejala emboli air ketuban; ialah reaksi anafilaksis.
Di dalam air ketuban terdapat banyak tromboplastin maka terjadilah pembekuan intravaskuler merata (DIC) yang mengakibatkan terjadinya hipofibrinogenemia.
Diagnosis
Pada emboli air ketuban bedakan 2 fase:
Fase 1: Dispnea, sianosis, edema paru, nyeri di dada dan syok. Sebagian dari penderita sudah meninggal dalam fase ini, biasanya dalam jangka waktu 20 menit.
Fase 2: Di samping gejala-gejala di atas, dijumpai pula gejala gangguan pembekuan darah atau hipofibrinogenernia.
Apakah penderita akan meninggal dalam fase l atau 2 ditentukan oleh jumlah air ketuban yang masuk ke dalam peredaran darah. Kalau banyak dan dalam waktu singkat terjadi kematian dalam fase 1, sedangkan bila sedikit dan lambat akan terjadi kelainan pembekuan darah lalu meninggal.
Diagnosis pasti emboli air ketuban atau udara, dibuat kalau pada autopsi klinis ditemukan rambut lanugo, verniks kaseosa, mekonium, atau udara dalam kapiler paru-paru.
Penanganan
(1) Pemberian oksigen, stimulansia, dan kardiotonika
(2) Pemberian cairan infus dan transfusi darah harus sangat hati- hati karena beban jantung akan bertambah berat.
(3) Bila ada kelainan pembekuan darah berikan fibrinogen
(4) Untuk trombosis emboli berikan heparin.
Syok Septik (Syok Endotoksik)
Dapat ditemukan pada infeksi nifas berat, abortus septik, dan operatif obstetrik. Kuman yang sering dijumpai adalah E, coli, Pseudomonas, Klebsiella, dan lain-lain. Penderita mengalami demam tinggi, menggigil, dan syok. Penanganannya adalah dengan memberikan antibiotika yang tepat, cukup, dan dosis tinggi setelah dilaku¬kan tiji kepekaan dan persemaian kuman (sensitivity dan culture test). Inversio uteri dijumpai 50% menyebabkan syok karena perdarahan, kolaps vasomotor, dan karena adanya tarikan kuat pada ligamen serta peritoneum.
Syok Postural
Bila ibu hamil berada dalam posisi supine sering terjadi hipotensi akut yang ditandai dengan nadi cepat, pucat, keringat dingin, dan syok. Mungkin ini terjadi ka¬rena tekanan uterus yang berat pada vena kava inferior.
Kolaps Vasomotor Postpartum
Ibu hamil dengan toksemia gravidarum sering mengalami syok pada 24 jam postpartum. Sebabnya mungkin karena pelebaran mendadak dari pembuluh darah spalangnikus karena dekompresi abdominal setelah persalinan.
Emboli Udara
Bisa terjadi karena sesudah partus pembuluh-pembaluh darah terbuka dan bila tekanan luar tinggi maka udara masuk dalam pembuluh darah. Atau karena kurang hati-hati dalam pemberian infus sehingga udara masuk dalam pembuluh darah.
Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan:
(a) Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes, dan kehamil¬an ganda akibat peningkatan kadar HCG.
(b) Faktor organik, karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.
(c) Faktor psikologik: keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya.
(d) Faktor endokrin Iainnya: hipertiroid, diabetes, dan lain-lain.
Batas mual muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan, bisa lebih dari 10 kali muntah; akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis.
Tingkat I = Ringan
Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau makan, berat badan turun dan rasa nyeri di epigastrium; nadi sekitar 100 kali permenit, tekanan darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering, dan mata cekung.
Tingkat II = Sedang
Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih pa¬rah: lemah, apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor; nadi kecil dan cepat, suhu badan naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi. Dapat pula terjadi asetonuria, clan dari nafas keluar bau aseton.
Tingkat III = Berat
Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma, nadi kecil, halus dan cepat; dehidrasi hebat, suhu badan naik, dan tensi turun sekali, ikterus. Komplikasi yang dapat berakibat fatal terjadi pada susunan syaraf pusat (ensefalopati Wernicke) dengan adanya: nistagmus, diplopia, perubalan mental.
Patologi
Dari otopsi wanita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh keterangan bahwa terjadi kelainan pada organ-organ tubuh sebagai berikut:
(a) Hepar: Pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentri¬lobuler tanpa nekrosis.
(b) Jantung: Jantung atrofi, kecil dari biasa. Kadang kala dijumpai perdarahan sub-endokardial.
(c) Otak: Terdapat bercak perdarahan pada otak.
(d) Ginjal: Tampak pucat, degenerasi lemak pada tubuli kontorti.
Penanganan
(1) Pencegahan, dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamil¬an kepada ibu-ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut. Juga tentang diit ibu hamil, makan jangan sekaligus banyak; tetapi dalam porsi sedikit-sedikit namun sering. Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan terasa oyong, mual, dan muntah. Defeksi hendaknya diusaha¬kan teratur.
(2) Terapi obat, menggunakan sedativa (Luminal, Stesolid); vitamin (B1 dan B6); anti-muntah (Mediamer B6, Drammamin, Avopreg, Avomin, Torecan); antasida dan anti mulas.
(3) Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
- Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur di rumah sakit saja, telah banyak mengurangi mual muntahnya.
- Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa pengo¬batan khusus telah mengurangi mual dan muntah.
- Terapi psikologik. Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal, dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan kha¬watir. Cari dan coba hilangkan faktor psikologis seperti keadaan sosio ekonomi dan pekerjaan serta lingkungan.
- Penambahan cairan. Berikan infus dekstrosa atau glukosa 5% sebanyak 2-3 liter dalam 24 jam.
- Berikan obat-obatan seperti telah dikemukakan di atas.
- Pada beberapa kasus dan bila terapi tidak dapat dengan cepat memperbaiki keadaan umum penderita, dapat dipertimbangkan suatu abortus buatan.
KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu; yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Etiologi
Penyebab dari PROM tidak atau masih belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
Patogenesis
TAYLOR dkk. telah menyelidiki hal ini, ternyata ada hubungannya dengan hal-hal berikut:
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pe¬cah. Penyakit-penyakit sepertipielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis ter¬dapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah: multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompeten, dan lain-lain.
Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan ter¬lalu dini.
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan kita apakah ketuban benar sudah pecah atau belum; apalagi bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.
Cara menentukannya adalah dengan:
Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum, verniks kaseosa, rambut lanugo, atau bila telah terinfeksi berbau.
Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servisis dan apakah ada bagian yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus (litmus)
bila menjadi biru (basa) - air ketuban.
bila menjadi merah (asam) - air kemih (urin).
Pemeriksaan pH forniks posterior pada PROM pH adalah basa (air ketuban). Pemeriksaan histopatologi air (ketuban).
aborization dan sitologi air ketuban.
Pengaruh PROM
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal.
b. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan men¬jadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat clan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu.
Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mung-kin timbul serta umur dari kehamilan.
Pimpinan Persalinan
Ada bermacam-macam pendapat mengenai penatalaksanaan dan pimpinan persalinan dalam menghadapi PROM. Beberapa institut menganjurkan penatalak-sanaan untuk PROM kira-kira sebagai berikut:
(1) Bila anak belum viable (kurang dari 36 minggu), penderita dianjurkan untuk beristirahat di tempat tidur dan berikan obat-obat antibiotika pro¬filaksis, spasmolitika, dan roboransia dengan tujuan untuk mengundur waktu sampai anak viable.
(2) Bila anak sudah viable (lebih dari 36 minggu), lakukan induksi partus 6-12 jam setelah lag phase dan berikan antibiotika profilaksis. Pada kasus-kasus tertentu dimana induksi partus dengan PGE2 clan atau drips sintosinon gagal, maka lakukanlah tindakan operatif.
Jadi pada PROM penyelesaian persalinan bisa:
Partus spontan
Ekstraksi vakum
Ekstraksi forsep
Embriotomi bila anak sudah meninggal
Seksio sesarea bila ada indikasi obstetrik.
Komplikasi
Pada anak
IUFD dan IPFD, asfiksia, dan prematuritas
Pada Ibu
Partus lama dan infeksi, atonia uteri, perdarahan postpartum, atauy infeksi nifas.
PLASENTA PREVIA
Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada temat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri iternal)
Klasifikasi
Menurut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm:
(1) Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
(2) Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembu¬kaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2:
- Plasenta previa lateralis posterior: bila sebagian menutupi ostium bagian belakang
- Plasenta previa lateralis anterior: bila menutupi ostium bagian depan
- Plasenta previa marginalis: bila sebagian kecil atau hanya pinggir os¬tium yang ditutupi plasenta.
Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat:
(1) Plasenta previa totalis: seluruh ostium ditutupi plasenta
(2) Plasenta previa partialis: sebagian ditutupi plasenta
(3) Plasenta letak rendah (low-lying placenta): tepi plasenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba.
Menurut Browne:
(1) Tingkat I = Lateral placenta previa:
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan
(2) Tingkat 2 = Marginal plasenta previa:
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
(3) Tingkat 3 = Complete plasenta previa:
Plasenta menutupi osteum waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pem¬bukaan hampir lengkap
(4) Tingkat 4 = Central plasenta previa;
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
Menurut penulis lain plasenta previa dibagi menurut persentase plasenta yang menutupi pembukaan:
Plasenta previa 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Di beberapa institut di Indonesia termasuk di RS. Pirngadi Medan, kla¬sifikasi yang dipakai kurang lebih menurut pembagian de Snoo pada pem¬bukaan kira-kira 4 cm.
Etiologi
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etio-loginya.
(1) Endometrium yang inferior
(2) Chorion leave yang persisten
(3) Korpus luteum yang bereaksi lambat.
Faktor-faktor etiologi:
(1) Umur dan paritas
Pada primigravida, umur diatas 35 tahun tebih sering daripada umur di-bawah 25 tahun
Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah.
Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil; hal ini disebabkan banyak wanita Indo¬nesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum ma¬tang (inferior).
(2) Hipoplasia endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda
(3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta
(4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap mene¬rima hasil konsepsi
(5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium (6) Kadang-kadang pada malnutrisi.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksxr.,ke, dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin: letak kepala mengapung, letak sungsang, letak lintang.
Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks. Selain itu jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his; juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus
(1) Letak janin yang tidak normal, menyebabkan partus akan menjadi pa¬tologik
(2) Bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan dapat terjadi prolaps funikuli
(3) Sering dijumpai inersia primer
(4) Perdarahan.
Komplikasi Plasenta Previa
(1) Prolaps tali pusat
(2) Prolaps plasenta
(3) Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
(4) Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
(5) Perdarahan postpartum
(6) Infeksi karena perdarahan yang banyak
(7) Bayi prematur atau lahir mati.
Pananganan
(1) Penanganan pasif
Perhatian:
Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apa¬pun, baik rektal apalagi vaginal (Eastman).
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan janin dibawah 2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin, atau pro¬gesteron. Observasilah dengan teliti.
Sambil mengawasi periksalah golongan darah, dan siapkan donor transfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mung¬kin supaya janin terhindar dari prematuritas.
Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa, rujuk segera ke rumah sakit di mana terdapat fasilitas operasi dan transfusi darah.
Bila kekurangan darah, berikanlah transfusi darah dan obat-obat penambah darah.
Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah:
jenis plasenta previa
perdarahan: banyak, atau sedikit tetapi berulang-ulang
keadaan umum ibu hamil
keadaan janin: hidup, gawat, atau meninggal - pembukaan jalan lahir
paritas atau jumlah anak hidup
fasilitas penolong dan rumah sakit.
TALI PUSAT MENUMBUNG
Tati pusat terkemuka, adalah keadaan dimana tali pusat yang berada di sam¬ping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis serviksalis. Ketuban masih intak. Tali pusat menumbung adalah bila teraba tali pusat keluar dan biasanya ke¬tubansudah pecah.
Etiologi
Pada umumnya prolapsus funiculi terdapat pada keadaan dimana bagian terdepan janin tidak terfiksasi pada p.a.p., misalnya pada:
letak lintang
letak sungsang
panggul sempit
hidrosefalus dan anensefalus
hidramnion
plasenta previa dan plasenta letak rendah.
Diagnosis
Ketuban sudah pecah dan kepala masih goyang, pada pemeriksaan dalam teraba tali pusat. Raba juga bagaimana pulsasi tali pusat.
Penanganan
(a) Tali pusat terkemuka
(1) Usahakan ketuban jangan pecah.
(2) Ibu dalam posisi Trendelenberg berbaring miring dengan arah berten¬tangan dengan tempat tali pusat.
(3) Lakukan reposisi dan dorong kepala ke dalam p.a.p.
(b) Tali pusat menumbung
(1) Letak kepala
Bila pembukaan masih kecil lakukan seksio sesarea
Bila pembukaan sudah lengkap:
• Kepala dengan ukuran terbesar sudah melewati p.a.p. ekstraksi vakum atau forsep
• Kepala goyang versi dan ekstraksi atau seksio sesarea.
(2) Letak lintang ........... seksio sesarea.
(3) Letak sungsang
tunggu, bila pembukaan lengkap
ekstraksi kaki:
Pada prolapsus funiculi dengan anak yang sudah meninggal, tunggu saja partus spontan.
Prognosis
Tali pusat menumbung tidak membahayakan si ibu dan tidak menyulitkan per¬salinan. Bahaya yang mengancam adalah bagi si janin, terutama pada letak kepala.
SYOK DALAM OBSTETRI
Adalah syok yang dijumpai dalam kebidanan yang disebabkan baik oleh perda-rahan, trauma, atau sebab-sebab lainnya.
Klasifikasi
Menurut sebab utamanya dibagi 3, yaitu:
(1) Syok hemoragik karena perdarahan
(2) Syok endotoksin karena infeksi berat (syok bakterial)
(3) Syok oleh sebab-sebab lain.
Etiologi
perdarahan
infeksi berat
solusio plasenta
luka-luka jalan lahir
emboli air ketuban
inversio uteri
syok postural
kolaps vasomotor postpartum
kombinasi hal-hal diatas
faktor-faktor predisposisi timbulnya syok adalah anemia, malnutrisi, dehi¬drasi, partus lama, dan asidosis.
Syok Hemoragik
Banyak terjadi dalam obstetri, disebabkan oleh perdarahan postpartum, perda¬rahan karena abortus, kehamilan ektopik terganggu, plasenta previa, solusio plasen¬ta, ruptura uteri dan perlukaan jalan lahir lainnya.
Penanganannya adalah dengan menghilangkan penyebab dan mengganti segera darah yang hilang.
Solusio Plasenta
Terjadi fibrinopenia dan pelepasan banyak tromboplastin yang mengakibatkan DIC disertai fibrinolisis, karena itu terjadilah a- atau hipofibrinogenemia. Bahkan serat-serat fibrin dapat dijumpai dalam pembuluh darah paru-paru.
Emboli Air Ketuban
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat waktu kehamilan. Untuk terjadinya emboli ini harus ada hubungan langsung antara air ketuban dan pembuluh darah ibu. Ini bisa kita jumpai pada ruptura uteri, seksio sesarea, solusio plasenta, atau luka-luka jalan lahir lainnya.
Akan tetapi sering hubungan langsung ini tidak dapat dinyatakan dengan jelas. Adapun faktor-faktor predisposisi dari terjadinya emboli air ketuban adalah:
(1) Ketuban pecah sebelum waktunya dan ada perlukaan pada ketuban atau plasenta.
(2) His yang kuat (tetaniform)
(3) Toksemia gravidarum dan solusio plasenta.
Menurut patogenesisnya ada 2 teori untuk menerangkan gejala-gejala yang dijumpai pada emboli air ketuban:
Teori mekanis:
Yaitu ketuban berisi lanugo, verniks kaseosa, dan mekonium yang dapat me-nyumbat kapiler paru-paru dan menyebabkan syok.
Teori anafilaksis:
Jumlah air ketuban yang masuk tidak demikian banyaknya sehingga dapat menerangkan terjadinya kematian yang cepat. Maka di samping penyumbat¬an harus ada faktor lain yang dapat menerangkan gejala emboli air ketuban; ialah reaksi anafilaksis.
Di dalam air ketuban terdapat banyak tromboplastin maka terjadilah pembekuan intravaskuler merata (DIC) yang mengakibatkan terjadinya hipofibrinogenemia.
Diagnosis
Pada emboli air ketuban bedakan 2 fase:
Fase 1: Dispnea, sianosis, edema paru, nyeri di dada dan syok. Sebagian dari penderita sudah meninggal dalam fase ini, biasanya dalam jangka waktu 20 menit.
Fase 2: Di samping gejala-gejala di atas, dijumpai pula gejala gangguan pembekuan darah atau hipofibrinogenernia.
Apakah penderita akan meninggal dalam fase l atau 2 ditentukan oleh jumlah air ketuban yang masuk ke dalam peredaran darah. Kalau banyak dan dalam waktu singkat terjadi kematian dalam fase 1, sedangkan bila sedikit dan lambat akan terjadi kelainan pembekuan darah lalu meninggal.
Diagnosis pasti emboli air ketuban atau udara, dibuat kalau pada autopsi klinis ditemukan rambut lanugo, verniks kaseosa, mekonium, atau udara dalam kapiler paru-paru.
Penanganan
(1) Pemberian oksigen, stimulansia, dan kardiotonika
(2) Pemberian cairan infus dan transfusi darah harus sangat hati- hati karena beban jantung akan bertambah berat.
(3) Bila ada kelainan pembekuan darah berikan fibrinogen
(4) Untuk trombosis emboli berikan heparin.
Syok Septik (Syok Endotoksik)
Dapat ditemukan pada infeksi nifas berat, abortus septik, dan operatif obstetrik. Kuman yang sering dijumpai adalah E, coli, Pseudomonas, Klebsiella, dan lain-lain. Penderita mengalami demam tinggi, menggigil, dan syok. Penanganannya adalah dengan memberikan antibiotika yang tepat, cukup, dan dosis tinggi setelah dilaku¬kan tiji kepekaan dan persemaian kuman (sensitivity dan culture test). Inversio uteri dijumpai 50% menyebabkan syok karena perdarahan, kolaps vasomotor, dan karena adanya tarikan kuat pada ligamen serta peritoneum.
Syok Postural
Bila ibu hamil berada dalam posisi supine sering terjadi hipotensi akut yang ditandai dengan nadi cepat, pucat, keringat dingin, dan syok. Mungkin ini terjadi ka¬rena tekanan uterus yang berat pada vena kava inferior.
Kolaps Vasomotor Postpartum
Ibu hamil dengan toksemia gravidarum sering mengalami syok pada 24 jam postpartum. Sebabnya mungkin karena pelebaran mendadak dari pembuluh darah spalangnikus karena dekompresi abdominal setelah persalinan.
Emboli Udara
Bisa terjadi karena sesudah partus pembuluh-pembaluh darah terbuka dan bila tekanan luar tinggi maka udara masuk dalam pembuluh darah. Atau karena kurang hati-hati dalam pemberian infus sehingga udara masuk dalam pembuluh darah.
LANDASAN TEORI GAWAT JANIN DALAM PERSALINAN
MASALAH
Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari 180 per menit.
Air ketuban hijau kental.
PENANGANAN UMUM
Pasien dibaringkan miring ke kiri.
Berikan oksigen.
Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin).
DIAGNOSIS
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang ab-normal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, per¬darahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera.
Denyut jantung janin abnormal
Kotak Kelainan denyut jantung janin (DJJ)
DJJ Normal, dapat melambat sewaktu his , dan segera kembali normal setelah relaksasi
DJJ lambat (kurang dari 100 x/menit) saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat janin
DJJ cepat (lebih dari 180 x/menit) yang disertai takhikardi ibu bisa karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin
Mekonium
Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai ma¬turitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.
Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran napas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kom¬presi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan.
PENANGANAN KHUSUS
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal se¬bagai berikut:
Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai.
Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
- Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasenta.
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan antibiotika untuk.
- Jika tali pusat terletak di bawah bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan penanganan prolaps tali pusat
Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan:
- Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas sim-fisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasion 0, lakukan per-salinan dengan ekstraksi vakum atau forseps.
- Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada di atas stasion 0, lakukan persalinan dengan seksio sesarea
Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari 180 per menit.
Air ketuban hijau kental.
PENANGANAN UMUM
Pasien dibaringkan miring ke kiri.
Berikan oksigen.
Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin).
DIAGNOSIS
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang ab-normal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, per¬darahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera.
Denyut jantung janin abnormal
Kotak Kelainan denyut jantung janin (DJJ)
DJJ Normal, dapat melambat sewaktu his , dan segera kembali normal setelah relaksasi
DJJ lambat (kurang dari 100 x/menit) saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat janin
DJJ cepat (lebih dari 180 x/menit) yang disertai takhikardi ibu bisa karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin
Mekonium
Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai ma¬turitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.
Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran napas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kom¬presi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan.
PENANGANAN KHUSUS
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal se¬bagai berikut:
Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai.
Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
- Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasenta.
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan antibiotika untuk.
- Jika tali pusat terletak di bawah bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan penanganan prolaps tali pusat
Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan:
- Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas sim-fisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasion 0, lakukan per-salinan dengan ekstraksi vakum atau forseps.
- Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada di atas stasion 0, lakukan persalinan dengan seksio sesarea
KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN
A. Pengertian
Adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD), sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah kehamilan 20 minggu
• Sebelum 20 minggu :
Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion.
• Sesudah 20 minggu :
Biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu dan seterusnya. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.
B. Etiologi
1. Perdarahan : plasenta previa dan solusio placenta
2. Pre eklamsi dan eklamsi
3. Penyakit-penyakit kelainan darah
4. Penyakit-penyakit infeksi dan penyakit menular
5. Penyakit-penyakit saluran kencing : bakteriuria, peelonefritis, glomerulonefritis dan payah ginjal
6. Penyakit endokrin : diabetes melitus, hipertiroid
7. Malnutrisi dan sebagainya.
Diagnosis :
1. Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
Tinggi fundus > rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan Deptone akan terdengar DJJ.
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
6. Rontgen Foto Abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.
Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
7. Ultrasonografi
Tidak terlihat DJJ dan gerakan-gerakan janin.
Penanganan
Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, tidak usah terburu-buru bertindak, sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencapai kepastian diagnosis.
Biasanya selama masih menunggu ini, 70-90% akan terjadi persalinan yang spontan.
Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah didiagnosis, partus belum mulai, maka wanita harus dirawat agar dapat dilakukan induksi partus.
Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian estrogen untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan pemberian oksitoxsin drip, dengan atau tanpa amniotomi.
Pengaruh Terhadap Ibu
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo fibrigenemia) akan lebih besar. Karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus diakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi hipofibrinogenemia. Bahayanya adalah perdarahan post partum. Terapinya adalah dengan pemberian darah segar atau pemberian fibrinogen.
C. Komplikasi
1. Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan persalinan cukup bulan.
2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
3. Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung > 2 minggu.
D. Penanganan
1. Periksa TTV
2. Periksa radiologi
3. USG
4. Berikan dukungan mental pada pasien
5. Pilih cara persalinan dengan induksi/ekspektatif.
6. Jika ersalinan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan servik dengan misoprostol.
- Tepatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina, dapat diulangi sesudah 6 jam.
- Jika tidak ada respon sesudah 2x 25 mcg isoprostol naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
Adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD), sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah kehamilan 20 minggu
• Sebelum 20 minggu :
Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion.
• Sesudah 20 minggu :
Biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu dan seterusnya. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.
B. Etiologi
1. Perdarahan : plasenta previa dan solusio placenta
2. Pre eklamsi dan eklamsi
3. Penyakit-penyakit kelainan darah
4. Penyakit-penyakit infeksi dan penyakit menular
5. Penyakit-penyakit saluran kencing : bakteriuria, peelonefritis, glomerulonefritis dan payah ginjal
6. Penyakit endokrin : diabetes melitus, hipertiroid
7. Malnutrisi dan sebagainya.
Diagnosis :
1. Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
Tinggi fundus > rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan Deptone akan terdengar DJJ.
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
6. Rontgen Foto Abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.
Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
7. Ultrasonografi
Tidak terlihat DJJ dan gerakan-gerakan janin.
Penanganan
Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, tidak usah terburu-buru bertindak, sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencapai kepastian diagnosis.
Biasanya selama masih menunggu ini, 70-90% akan terjadi persalinan yang spontan.
Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah didiagnosis, partus belum mulai, maka wanita harus dirawat agar dapat dilakukan induksi partus.
Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian estrogen untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan pemberian oksitoxsin drip, dengan atau tanpa amniotomi.
Pengaruh Terhadap Ibu
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo fibrigenemia) akan lebih besar. Karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus diakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi hipofibrinogenemia. Bahayanya adalah perdarahan post partum. Terapinya adalah dengan pemberian darah segar atau pemberian fibrinogen.
C. Komplikasi
1. Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan persalinan cukup bulan.
2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
3. Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung > 2 minggu.
D. Penanganan
1. Periksa TTV
2. Periksa radiologi
3. USG
4. Berikan dukungan mental pada pasien
5. Pilih cara persalinan dengan induksi/ekspektatif.
6. Jika ersalinan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan servik dengan misoprostol.
- Tepatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina, dapat diulangi sesudah 6 jam.
- Jika tidak ada respon sesudah 2x 25 mcg isoprostol naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
KOMPLIKASI DAN PENYULIT KEHAMILAN TRISEMESTER I DAN II
1. ANEMIA DALAM KEHAMILAN
• Definisi
Anemia dalam kehamilan ialah kondisi Ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr % pada trisemester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trisemester 2.
• Pengaruh Anemia Dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi Ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya.
Penyulit yang dapat timbul adalah seperti :
Abortus
Partus Prematurus
Partus lama karena Inersia Uteri
Perdarahan Postpartum karena Atonia Uteri
Syok
Infeksi, baik Intrapartum maupun Postpartum
Anemia yang sangat berat dengan Hb < 4 gr % dapat menyebabkan Dekompensasi Kordis, seperti yang di laporkan oleh Lie – Injo Luan Eng dan kawan – kawan.
• Pengaruh Anemia Pada Kehamilan Bagi Hasil Konsepsi, Seperti :
Kematian Mudigah
Kematian Perinatal
Prematuritas
Dapat terjadi Cacat bawaan
Cadangan besi kurang
Anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial Morbiditas serta Mortalitas Ibu dan anak
• Pembagian Anemia Dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan dapat di kelompokkan menjadi 4 yaitu :
a. Anemia defisiensi besi
Etiologi :
Kurang masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan Resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan.
Dignosis
Diagnosis anemia defisiensi besi berat tidak sulit karena ditandai dengan ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi, yakni mikrositosis & hipokromasia.
Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi ialah:
a. leadar besi serum rendah
b. daya ikat besi serum tinggi
c. protoporfirin eritrosit tinggi
d. tidak ditemukan hemosiderin (stainable iron) dalam sum-sum tulang.
Terapi
Pengobatan dapat dimulai dengan prefarat besi per 05. Biasanya diberikan garam besi sebanyak 600-1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas frrosus. Peranan vitamin C dalam pengobatan dengan besi masih diragukan oleh beberapa penyelidik. Mungkin vitamiin C mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus.
Terapi parenteral baru diprlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per 05, ada gangguan penyerapan. Penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam but ferri.secara intamuskulus dapat disuntikkan desktran besi (imferon) atau sorbitol besi (jectofer), hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri ditempat suntikkan.
Juga secara i.v perlahan-lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum desidum salekartum (ferrigen, ferrivenin,proferrin,vitis), sodium ferrum (ferronascin),infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan. Tranfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan, walaupun Hb-nya kurang dari 6gr% apabila tidak terjadi pendarahan.
Pencegahan
Didaerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas forrosus, cukup 1 tablet sehari, dan nasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein & sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin.
b.Anemia Megaloblastik
Etiologi
Banyak disebabkan karena defisiensi asam folik (pteroylglutamic acid), jarang sekali kru defisiensi vitamin B12.
Terapi
Dalam pengobatan anemia megabolistik dalam kehamilan sebaiknya bersama-sama dengan asam folik diberikan pula besi. Tablet asam folik diberikan dalam dosis 15-30 mg sehari. Jika perlu,asam folik diberikan dengan suntikan dalam dosis yang sama. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12,maka penderita harus diobati vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik 05 maupun parenteral.
Pencegahan
Pada umumnya asam folik tidak diberikan secara rutin, kecuali didaerah-daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan besi saja tidak berhasil, maka besi harus ditambah dengan asam folik.
c.Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan sum-sum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan. Etiologi anemia hipoplastik karna kehamilan hingga karena belum diketahui dengan pasti kecuali disebabkan oleh sepsis, sinar roentgen, racun, atau obat-obat.
Karena obat penambah darah tidak memberi hasil, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan pendirian ialah tranfusi darah, yang sering perlu diulang sampai berapa kali. Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita dengan selamat mencapai nifas, akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan-kehamilan berikutnya biasanya wanita menderita anemia hipoplastik lagi.
d.Anemia Hemolitik
Etiologi:
Penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya, wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat.
Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
1. Golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sferositosis, eliptositosis, anemia hemolitik herediter, thallesemia, anemia sel sabit, hemoglobinopatia C,D,G,H,I,dan paraxysmal nocturnal haemoglobin uria.
2. Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler, neoarsphenamin, timah, sulfonamid, kinin, paraguin, pimaguin, nitrofurantoin (furadantin), racun ular. Pada defisiensi G – 6 – PD, antogonismus rhesus atau ABO, leukemia, penyakit Hodglein, limfosarkoma, penyakit hati.
Gejala yang sering di jumpai ialah gejala – gejala proses hemolitik, seperti anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbiliribinemia, hiperurobilinuria, dan sterkobilia lebih banyak dalam feses.
Disamping itu terdapat pula sebagai tanda regenerasi darah seperti retikulositisis dan normolastemia, serta hiperplasia erithropoeis dalam sum – sum tulang.
Pengobatan
Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tegantung pada jenis dan beratnya obat – obat penambah darah tidak memberi hasil. Tranfusi darah, kadang – kadang diulang beberapa kali, diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan Ibu dan mengurangi hipoksia janin.
Hiperemisis Gravidarum
Komplikasi kehamilan yang paling sering disertai dengan gangguan psikis ialah hiperemisis gravidarum.
Selain kelainan organik (Hiperasiditas lambung, kadar chorion gonadotropin serum tinggi), faktor – faktor psikis sering pila menjadi dasar penyakit ini. Misalnya ketidakmatangan psikoseksual, pertentangan dengan suami atau dengan Ibu mertua, kesulitan Sosio – Ekonomi / perumahan, ketakutan akan persalinan dan lain – lain.
Pendekatan Psikologik sangat penting dalam pengobatan hiperemisis gravidarum, bantuan moral dengan meyakinkan wanita bahwa gejala – gejala itu wajar dalam kehamilan muda dan akan hilang dengan sendirinya menjelang kehamilan 4 bulan sangat penting. Kasus – kasus berat perlu di rawat dan ditempatkan di dalam kamar isolasi.
ABORTUS
1. Pengertian
Abortus adalah kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar.
2. Abortus dapat di bagi sebagai berikut :
• A. Spontan
Adalah keguguran atau terjadi dengan sendirinya
- Kejadian : 10 – 20 % dari semua kehamilan
- Sebab – sebab : Pada hamil muda abortus selalu di dahului oleh kematian janin kematian janin dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan Telur
Kelainan telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa hingga janin tidak mungkin hidup terus.
Misalnya : Karena faktor endogen seperti kelainan kromosom (Trisomi, Polyplordi).
2. Penyakit Ibu
Beberapa penyakit Ibu dapat menimbulkan abortus, misalnya :
• Infeksi akut yang berat : pneumoni, thypus, dan lain –lain dapat menyebabkan abortus atau partus praematurus.
• Kelainan endotrin : Kekurangan progesteron (disfungsi kelenjar gondok)
• Trauma : Laparatomi (kecelakaan)
• Kelainan alat kandungan : 1. Hypoplasia Uteri
2. Tumor Uterus
3. Teruix yang pendek
4. Retroflexio Uteri Incarderata
5. Kelainan Endometrium
Patologi
Kelainan yang terpenting ialah perdarahan dalam decrdua dan nexrose sekitarnya. Karena perdarahan ini ovum terlepas sebagian atau seluruhnya dan berfungsi sebagai benda asing yang menimbulkan kontraksi. Kontraksi ini akhirnya mengeluarkan isi rahim sebelum minggu ke 10 telur biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Kadang – kadang telur yang lahir dengan abortus mempunyai bentuk yang istemewa,Misalnya :
Telur Kosong berbentuk kantong amniopn berisi air tuban tanpa janin
Mola Crenta adalah telur yang dibungkus oleh darah kental. Kalau darah beku ini sudah seperti daging disebut Mola Camosa.
Mola Tuberosa adalah telur yang memperlihatkan benjolan – benjolan yang di sebabkan haematom antara amron dan chorion.
Nasib janin yang mati bermacam – macam :
1. Kalau masih sangat kecil dapat diaborsi & Hilang
2. Kalau janin sudah agak besar, maka cairan amnion diaborsi hingga janin tertekan yang sering disebut Foetus Compressus
3. Kalau janin sudah menjadi kering mengalami mummilikasi hingga menyerupai parkamen, sering terjadi pada kehamilan kembar.
A. Provacatus
Adalah pengguguran kehamilan karena di sengaja / di gugurkan
Kejadiannya : 80 % dari semua kehamilan
+ Provocotus dapat terbagi menjadi 2 macam yaitu :
• Provocotus Artifradiis / A. Theropeuticus
Ialah penggunaan kehamilan, biasanya dengan alat – alat dengan alasan bahwa kehamilannya membahayakan dan membawa maut bagi Ibu.
Ex : Ibu ynag berpenyakit berat (Jantung, Hipertensi, DM, Asma, DLL)
• Provacotus criminalis
Ialah penggunaan kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan di larang oleh hukum.
• Provocotus pada hamil muda ( di bawah 12 minggu) dapat dilakukan dengan pemberian prostaglandin atau currettage dengan penyedotan (Vakum / sendok curet. Pada hamil yang tua (diatas 12 minggu) dilakukan hysterotomi, juga dapat di suntikkan garam hypertonis (20%) / prostaglandin Intra amnial.
KUNIX ABORTUS
1. Abortus Imminens (keguguran mengancam)
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya jika seseorang wanita yang hamil muda menegeluarkan darah sedikit pervaginam maka ia diduga menderita A. Imminens.
Perdarahan yang sedikit pada hamil muda mungkin di sebabkan oleh hal – hal lain dari abortus, misalnya :
• Placental sign (gejala Placenta)
Ialah perdarahan dari pembuluh – pembuluh darah sekitar placenta
• Erosio potionus juga mudah berdarah pada kehamilan
• Polyp
Secara ikhtisar abortus imminens kita diagnosa kalau pada kehamilan muda terdapat :
1. Perdarahan sedikit
2. Nyeri memirin karena kontraksi tidak ada / sedikit sekali
3. Pada pemeriksaan dalam belum ada pembukaan
4. Tidak di ketemukan kelainan pada Ceruix
Pada abortus imminens masih ada harapan bahwa kehamilan masih berlangsung terus pengobatannya :
+ Istirahat rebah
+ Diberi sedativa Ex : luminal, codern, morphin
+ Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi kerenta non otot – otot rahim.
2. A. Inapiens (keguguran berlangsung)
A. Ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi
Tanda – tandanya ialah :
1. Perdarahan banyak, kadang – kadang keluar gumpalan darah
2. Nyeri karena kontraksi rahim kuat
3. Akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan
Abortus incipiens biasanya berakhir dengan abortus
Pengobatannya :
• Untuk mempercepat pengosongan rahim oxytocin 2½ satuan tiap – tiap jam sebanyak 6 kali
• Untuk M(-) nyeri karena his boleh di beri sedativa.
• Orxa tidak berhasil, dapat dilakukan curettage cual pembukaan cukup besar
3. A. Incompletus (keguguran tidak lengkap)
Sebagian dari buah kehamilan telah di lahirkan tapi sebagian masih tertinggal di dalam rahim.
Ex : Yang terpenting ialah
- Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus
- Sering serviks tetap terbuka karena masih ada ada benda di dalam rahim yang dianggap corpus allineum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
Tetapi kalau keadaan ini di biarkan lama, serviks akan menutup kembali
Pengobatannya :
Harus segera dibersihkan dengan curettage / secara digital selama masih ada sisa – sisa placenta akan terus terjadi perdarahan.
4. A. Seluruh buah kahamilan telah di lahirkan dengan lengkap.
Pada abortus completus perdarahan segera berkurang isi rahim di keluarkan dan selambat – lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali , karena dalam masa ini, luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai serta serviks juga segera menutup kembali.
Pengobatannya :
Sebelum melakukan curettage penderita di beri antibiotika dulu baru curettage dikerjakan setelah suhu tenang dalam 3 hari.
5. A. Missed abortion (keguguran tertunda)
Ialah keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan / lebih setelah janin mati.
Gejala – gejala :
• Rahim tidak membesar, malahn mengecil karena absorpsi air tuban dan macerasi janin
• Buah dada mengecil kembali
• Gejala – gejala lain yang terpenting tak ada, hanya ammenorhoe berlangsung terus
Pengobatannya :
Beni pitocin misalnya 10 satuan dalam 500 cc glucose
6. A. Habitualis (keguguran berulang – ulang)
Ialah abortus yang telah berulang dan berturut – turut terjadi sekurang – kurangnya 3x berturut – turut
Sebab – sebab abortus habitualis dapat dibagi dalam 2 golongan :
1. Sel benih yang kurang baik : Pada saat ini kita belum tahu bagaimana mengobatinya
2. Lingkungan yang tidak : hal – hal yang dapat mempengaruhi ialah :
• Dysfungsi Glandula Thyreordea : Hypofungsi kelenjar ini dapat diobati dengan pemberian Thyreoid hormon
• Kekurangan hormon – hormon corpus luteum (placenta K (-) hormon diatasi dengan terapi substitusi
Misalnya : sering diberi progesteron
• Defisisnsi makanan seperti asam folin
• Kelainan anatomis dari uterus yang kadang – kadang dapat di koreksi secara operatif
• Serviks yang Incomplenent : serviks yang incomplenent sudah membuka pada bulan ke 4 keatas : akibatnya ketuban mudah pecah dan terjadi abortus dapat dicegah dengan operasi shirodkar / Mac Donald
• Hyportensia essentialis
• Golongan darah suami istri yang tidak cocok
• Toxoplasmose.
Kehamilan Eletopik
Definisi :
Kehamilan Eletopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa
Kehamilan eletopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi didalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam serviks, pars intersititialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.
1. Kehamilan tuba
Sebab – sebab kahamilan tuba
a. Hal – hal yang mempersulit perjalanan telur ke dalam cavum uteri
- Salpingitis chronica
- Kelainan congenitaltuba
- Tumor – tumor yang menekan pada tuba
- Perlekatan tuba dengan alat – alat sekitarnya
- Migratio external
b. Tuba yang panjang seperti pada hypoplasia uteri
c. Hal – hal yang memudahkan Nidasi
Menurut tempatnya Nidasi maka terjadilah :
1. Kehamilan ampuler
2. Kehamilan Isthmik
3. Kehamilan Interstisiil
Perkembangan Kehamilan Tuba
Kehamilan tuba biasanya tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke 6 – minggu ke 12, yang paling sering antaara minggu ke 6 minggu ke 8
Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara
1. Abortus Tuber
2. Ruptura Tubae
1. Abortus Tuber
Pada abortus tuber, telur karena bertambah besar menembus endosalpinx (selaput lendir tuba) masuk kedalam liang tuba dan dikeluarkan ke arah Infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah ampula tuba.
Abortus tuber kira – kira terjadi antara minggu ke 6 – 12.
2. Ruptura Tubae
Pada ruptura tubae telur menembus lapisan otot tuba ke arah carum peritonei. Ini terjadi kalau implantasi telur dalam isthmus tuba.
Ruptur pada isthmus tuba terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba disini tipis, tapi ruptur pada pars interstitialis terjadi lambat kadang – kadang baru pada bulan ke 4 karena lapisan otot tebal.
Ruptur bisa terjadi spontan atau violent misal karena Tocher, defekasi atau coitus.
Ruptur biasanya terjadi ke dalam Lig Latum kalau iplantasinya pada dinding bawah tuba. Pada ruptur tuba seluruh telur dapat melalui robekan dan masuk kedalam cavum peritonei dimana telur itu mati, Tetapi kalau hanya janin yang melalui robekan dan plsenta tetap melekat pada dasarnya, maka kehamilan dapat berlangsung terus sebagai kehamilan abdominal.
Gejala – gejala :
+ Kehamilan eletopik biasanya baru memberikan gejala – gejala yang jelas dan lekas kalau sudah terganggu gejala – gejala yang penting Ialah :
• Nyeri perut
• Amenorrhoe
• Perdarahan pervaginam
• Shock karena hyporolaemia
• Nyeri bahu dan leher
• Nyeri pada palpasi
• Nyeri pada toucher
• Pembesaran uterus
• Tumor dalam rongga panggul
• Gangguan kencing
• Perubahan darah
Diagnosa :
Kehamilan eletopik yang terganggu harus di bedakan dari :
1. Radang dari alat – alat dalam panggul, terutama salpingitis
2. Abortus biasa
3. Perdarahan karena pecahnya kista follikel atau corpus luteum
Untuk membedakan dengan Salpingitis dapat di kemukakan :
1. Pada Salpingitis pernah ada serangan nyeri perut sebelumnya
2. Nyeri bilateral
3. Demam umumnya lebih tinggi
4. Galli mainini yang positip menunjuk kearah kehamilan ektopik, yang negatif tidak ada artinya.
Pada abortus biasa perdarahan lebih banyak, sering ada pembukaan adan uterus biasanya besar dan lunak.
Perdarahan karena pecahnya kista follikel atau corpus luteum tak dapat di bedakan tapi bukan merupakan persoalan penting karena harus dioperasi juga.
Untuk membantu diagnostik dapat dilakukan :
1. Reaksi Galli mainini : kalau positip maka ada kehamilan, reaksi yang negatif tidak berarti
2. Douglas Punksi : Jarum besar, yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan kedalam cavum douglasi menonjol kedalam fornix posterion
Kalau terhisap darah ada 2 kemungkinan :
a. Adanya darah dalam cavum Douglasi jadi adanya perdarahan dalam rongga perut
b. Tertusuknya vena dan terhisapnya darah vena dari daerah tersebut.
Maka untuk mengtakan bahwa douglas punksi positip, artinya adanya perdarahan dalam rongga perut, darah yang dihisap mempunyai sifat sebagai berikut :
• Berwarna merah tua
• Tidak membeku setelah dihisap
• Biasanya didalamnya terdapat gumpalan – gumpalan darah yang kecil.
Belakangan ini di pergunakan laparaskopi dan sonografi untuk membantu diagnosa.
Pengobatan :
Segera dilakukan operasi ialah salpingektomi dengan pemberian tranfusi darah.
Operasi tidak usah ditangguhkan sampai shock teratasi, asal tranfusi sudah jalan, operasi dapat dimulai dengan segera.
2. Kehamilan Interstisiil
Implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tubae. Karena lapisan mymetrium disini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira – kira pada bulan ke 3 atau ke 4.
Kalau terjadi ruptur maka perdarahan hebat karena tempat ini banyak pembuluh darahnya sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan kematian.
Terapi : Hysterektomi.
3. Kehamilan Abdominal
Menurut perpustakaan kehamilan abdominal jarang terjadi kira – kira 1 di antara 1.500 kehamilan. Kami ada kesan bahwa frekwensi di indonesia lebih tinggi.
Kehamilan abdominal ada 2 macam :
a. Kehamilan abdominal primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.
b. Kehamilan abdominal Sekunder, yang asalnya kehamilan tuba dan setelah ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.
Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder, maka biasanya biasanya placenta terdapat pada daerah tuba, permukaan belakang rahim dan ligamentum latum.
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencap[ai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atay ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.
Nasib janin yang mati intra – abdominal sebagai berikut :
Dapat terjadi pernanahan sehingga kantong kehamilan menjadi absces yang dapat pecah melalui dinding perut atau ke dalam usus atau kandung kencing. Dengan nanah keluar bagian – bagian janin seperti tulang – tulang, potongan – potongan kulit, rambut dan lain – lain.
Pengapuran (kalsifikasi) : anak yang mati mengapur, menjadi keras karena endapan – endapan garam kapur hingga berubah menjadi anak batu (lithopaedion).
Perlemakan : Janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere).
Kalau kehamilan sampai terjadi a'terme, maka timbul his, artinya pasien merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa.
Tetapi kalau kita periksa dengan teliti, tumor yang mengandung anak tidak mengeras.
Pada pemeriksaan dalam ternyata bahwa pembukaan tidak menjadi besar paling – paling sebesar 1 – 2 jari dan cerviks tidak merata, kalau kita masukkan jari ke dalam cavum uteri maka teraba uterus yang kosong.
Kalau keadaan ini tidak lekas di tolong dengan laparotomi maka anak akhirnya mati.
Gejala – gejala
Kehamilan abdominal biasanya baru didiagnosa kalau kehamilan sudah agak lanjut :
Segala tanda – tanda kehamilan ada tapi pada kehamilan abdominal biasanya pasien lebih menderita, karena perangsangan peritoneum, misalnya sering mual, muntah, gembung perur, obstipasi atau diarrhoe dan nyeri perut sering di kemukakan.
Pada kehamilan abdominal sekunder mungk9in pasien pernah mengalami sakit perut yang hebat disertai pusing atau pingsan ialah waktu terjadinya ruptura tubae.
Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton Hicks).
Pergerakkan anak dirasakan nyeri oleh Ibu
Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar
Bagian anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding perut
Di samping tumor yang mengandung anak kadang – kadang dapat di raba tumor tang lain ialah rahim yang membesar.
Pada Ro foto perut biasanya nampak kerangka anak yang tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa
Pada foto lateral nampak bagian – bagian janin menutupi vertebrae ibu
Adanya souffle vaskuler medial dari spina iliaca. Soffle ini diduga berasal dari arteria ovarica
Kalau sudah ada his dapat terjadi pembukaan ± sebesar 1 jari dan tidak menjadi lebih besar ; kalau kita masukkan jari kita ke dalam cavum uteri maka ternyata uterus kosong.
Diagnosa
Untuk menentukan diagnosa dilakukan percobaan sebagai berikut :
1. Pitocin test : 2 satuan pitocin di suntikkan subcutan dan tumor yang mengandung anak dipalpasi dengan teliti. Kalau tumor tersebut mengeras maka kehamilan itu intrauterin.
2. Kalau pembukaan tidak ada maka dapat di lakukan sondage untuk mengetahui apakah uterus kosong dan selanjutnya di buat Ro foto dengan sonde di dalam rahim.
3. Dibuat hyterografi dengan memasukkan lipiodol ke dalam cavum uteri.
Terapi
Kalau diagnosa sudah di tentukan maka kehamilan abdominal harus di operasi secepat mungkin, mengingat bahaya – bahayanya seperti perdarahan, ileus ; lagi pula seperti telah di terangkan, prognosa untuk anak kurang baik jadi kurang baik jadi kurang manfaatnya untuk menunda operasi untuk kepentingan anak kecuali pada keadaan – keadaan yang tertentu.
Yang dituju pada operasi ialah melahirkan anak saja, sedangkan placenta biasanya ditinggalkan.
Melepaskan placenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal menimbulkan perdarahan yang hebat, karena placenta melekat pada dinding yang tidak kontraktil.
Placenta yang ditinggalkan lambat – laun akan diresorpsi.
Mengingat kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah harus cukup.
4. Kehamilan Ovarial
Jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan ruptur pada hamil muda. Untuk mendiagnosa kehamilan ovarial harus di penuhi kriteria dari Spiegelberg.
5. Kehamilan Cervical
Kehamilan cervical jarang sekali terjadi.
Nidasi terjadi dalam selaput lendir cerviks
Dengan tumbuhnya telur, cerviks menggembung.
Kehamilan cerviks biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa pengguguran.
Placenta sukar di lepaskan dan pelepasan placenta menimbulkan perdarahan hebat hingga cerviks perlu ditampon atau kalau ini tidak menolong dilakukan hysterektomi.
Mola Hydatidosa
Mola Hydatidosa
Adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion
Kejadian :
Mola Hydatidosa adalah penyakit wanita dalam masa reproduksi tetapi kalau terjadi kehamilan pada wanita yang berumur lebih dari 45 Tahun, kehamilan mola 10 x lebih besar di bandingkan dengan gravidae antara 20 – 40 tahun.
Kejadian dirumah sakit besar di indonesia kira – kira diantara 80 persalinan, dinegara lain misalnya :
USA : 1 : 2000 kehamilan
Hongkong : 1 : 530 kehamilan
Taiwan : 1 : 125 kehamilan
Telah diterangkan bahwa kejadian di pengaruhi oleh umur dan ada kemungkinan juga oleh status sosial ekonomi.
Patologi :
Sebagian dari air berubah menjadi gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola partialis kadang – kadang ada janin
Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stoma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dari proliforasi trofoblast.
Pada pemeriksaan thromosom didapatkan poliplordi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex thromatin adalah wanita.
Pada mola hydatidosa, ovaria dapat mengandung krista lutein kadang – kadang hanya pada satu ovarium kadang – kadang pada kedua – duanya.
Krista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning – kuningan dapat mencapai ukuran sebesar tinju atau kepala bayi. Krista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin charion yang tinggi.
Krista ini kadang – kadang hilang sendiri setelah mola di lahirkan
Gejala – gejala :
Pada pasien dengan amnerorhoe terdapat :
1. Perdarahan kadang – kadang sedikit, kadang – kadang banyak karena perdarahan ini pasien biasanya anaemis
2. Rahim lebih besar dari pada sesuai dengan tuanya kehamilan
3. Hypremisis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama
4. Mungkin timbul preeklampsi atau eklampsi sebelum minggu terjadinya preeklampsi atau eklampsi sebelum minggu ke 24 menunjuk ke arah mola hydatidosa
5. Tidak ada tanda – tanda adanya janin ; tidak ada Ballotement tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada Rontgen foto.
Pada pola partialis, keadaan yang jarang terjadi dapat di ketemukan janin.
6. Kadar gonadotropin chorion tinggi dalam darah dan air kencing.
Diagnosa
Diagnosa baru pasti kalau kita melihat lahirnya gelembung mola. Kalau uterus lebih besar daripada sesuai dengan tuanya kehamilan maka kemungkinana yang harus dipertimbangkan :
Haid terakhir keliru
Kehamilan dengan dyada uteri
Hidramnion
Gemeli
Mola hidatidosa
Untuk membuat diagnosa sering dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Ro foto : Kalau ada rangka janin maka kemungkinan terbesar bahwa kehamilan biasa walaupun pada mola partialis kadang – kadang terdapat janin tidak terlihatnya janin tidak menentukan
2. Reaksi biologis misalnya Galli Mainini pada mola hydatidosa kadar gonadotropin chorion dalam dcarah dan air kencing sangat tinggi maka reaksi Galli mainini di lakukan kuantitatif. Kadar gonadotropin yang di peroleh selalu harus di bandingkan dengan kadar gonadotropin yang di peroleh selalu harus di bandingkan dengan kadar gonadotropin pada kehamilan biasa dengan umur yang sama.
Pada kehamilan muda kadar gonadotropin naik dan mencapai puncaknya ± pada hari ke 100 sesudach masa kadar tersebut turun. Kadar yang tinggi sesudah hari ke 100 dari kehamilan lebih berarti daripada kadar yang tinggi sebelum hari ke 100.
3. Percobaan Sonde : pada mola sonde mudah masuk ke dalam cavum uteri. Pada kehamilan biasa ada tahanan untuk janin
4. Teknik baru yang sedang diperkembangkan adalah
• Arteriografi : yang memperlihatkan pengisian bilateral vena uterina yang dini
• Suntikan zat kontras di dalam uterus : memperlihatkan gambaran sarang tawon
• Ulirasonografi : Gambaran badai salju
Prognosa
Mola hidatidosa merupakan sebab kematian yang penting kematian disebabkan oleh :
1. Perdarahan
2. Perforasi misalnya untuk mola destruens dimana gelembung menembus dinding rahim sampai terjadi perforasi
3. Infeksi, Sepsis
4. Chriocarcinoma setelah mola hidatidosa antara 2 % - 8 % dan makin tinggi pada umur tua.
Pengobatan :
Mengingat adanya bahaya tersebut maka hidatidosa harus di gugurkan setelah diagnosa ditentukan. Tetapi mengingat bahaya chriocarcinoma harus diadakan follw up yang diteliti jadi terapi terdiri 2 bagian :
1. Pengguguran dan curattage dari mola atau dilakukan hysterektomi
2. Follow up untuk mengawasi gejala – gejala choriocarcinoma.
Kalau sudah ada pembukaan sebesar kira – kira I jari di lakukan curettage. Curattage ini selalu harus dengan transfusi darah karena kemungkinan perdarahan yang banyak besar sekali. Sebaiknya dipergunakan hukum curet. Mengingat bahaya perforasi, karena uterus sangat lunak baik di berikan oxytocin sebelum curetage di mulai. Dengan penyuntikan oxytocin, uterus berkontraksi, dindingnya lebih keras dan mengurangi bahaya perforasi kalau belum ada pembukaan maka harus di usahakan dulu supaya cerviks cukup membuka karena curattage mola melalui ostrium yang sempit sangat berbahaya.
Pembukaan cerviks dapat di capai secara kimiawi misalnya dengan pemberian infus oxytocin 10 satuan dalam 500 cc glucose 5 % atau dengan penyuntikan 2½ satuan oxytocin setiap setengah jam sebanyak 6 kali.
Cara yang lain ialah secara mekanis dengan mempergunakan laminaria stift atau kombinasi dari kedua cara.
Supaya pengosongan rahim dapat dilakukan dengan cepat dipergunakan cunam abortus dulu dan ekspresi pada fundus, baru kalau uterus sudah kecil dilakukan curatage.
Kira – kira 10 –14 hari setelah curratage pertama dilakukan curratage ke 2. Pada waktu ini uterus sudah mengecil hingga lebih besar kemungkinan bahwa curratage betul menghasilkan uterus yang bersih. Pada wanita yang sudah berumur 40 tahun atau lebih mungkin baik di lakukan hysterektomi.
• Definisi
Anemia dalam kehamilan ialah kondisi Ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr % pada trisemester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trisemester 2.
• Pengaruh Anemia Dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi Ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya.
Penyulit yang dapat timbul adalah seperti :
Abortus
Partus Prematurus
Partus lama karena Inersia Uteri
Perdarahan Postpartum karena Atonia Uteri
Syok
Infeksi, baik Intrapartum maupun Postpartum
Anemia yang sangat berat dengan Hb < 4 gr % dapat menyebabkan Dekompensasi Kordis, seperti yang di laporkan oleh Lie – Injo Luan Eng dan kawan – kawan.
• Pengaruh Anemia Pada Kehamilan Bagi Hasil Konsepsi, Seperti :
Kematian Mudigah
Kematian Perinatal
Prematuritas
Dapat terjadi Cacat bawaan
Cadangan besi kurang
Anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial Morbiditas serta Mortalitas Ibu dan anak
• Pembagian Anemia Dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan dapat di kelompokkan menjadi 4 yaitu :
a. Anemia defisiensi besi
Etiologi :
Kurang masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan Resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan.
Dignosis
Diagnosis anemia defisiensi besi berat tidak sulit karena ditandai dengan ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi, yakni mikrositosis & hipokromasia.
Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi ialah:
a. leadar besi serum rendah
b. daya ikat besi serum tinggi
c. protoporfirin eritrosit tinggi
d. tidak ditemukan hemosiderin (stainable iron) dalam sum-sum tulang.
Terapi
Pengobatan dapat dimulai dengan prefarat besi per 05. Biasanya diberikan garam besi sebanyak 600-1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas frrosus. Peranan vitamin C dalam pengobatan dengan besi masih diragukan oleh beberapa penyelidik. Mungkin vitamiin C mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus.
Terapi parenteral baru diprlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per 05, ada gangguan penyerapan. Penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam but ferri.secara intamuskulus dapat disuntikkan desktran besi (imferon) atau sorbitol besi (jectofer), hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri ditempat suntikkan.
Juga secara i.v perlahan-lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum desidum salekartum (ferrigen, ferrivenin,proferrin,vitis), sodium ferrum (ferronascin),infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan. Tranfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan, walaupun Hb-nya kurang dari 6gr% apabila tidak terjadi pendarahan.
Pencegahan
Didaerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas forrosus, cukup 1 tablet sehari, dan nasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein & sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin.
b.Anemia Megaloblastik
Etiologi
Banyak disebabkan karena defisiensi asam folik (pteroylglutamic acid), jarang sekali kru defisiensi vitamin B12.
Terapi
Dalam pengobatan anemia megabolistik dalam kehamilan sebaiknya bersama-sama dengan asam folik diberikan pula besi. Tablet asam folik diberikan dalam dosis 15-30 mg sehari. Jika perlu,asam folik diberikan dengan suntikan dalam dosis yang sama. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12,maka penderita harus diobati vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik 05 maupun parenteral.
Pencegahan
Pada umumnya asam folik tidak diberikan secara rutin, kecuali didaerah-daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan besi saja tidak berhasil, maka besi harus ditambah dengan asam folik.
c.Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan sum-sum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan. Etiologi anemia hipoplastik karna kehamilan hingga karena belum diketahui dengan pasti kecuali disebabkan oleh sepsis, sinar roentgen, racun, atau obat-obat.
Karena obat penambah darah tidak memberi hasil, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan pendirian ialah tranfusi darah, yang sering perlu diulang sampai berapa kali. Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita dengan selamat mencapai nifas, akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan-kehamilan berikutnya biasanya wanita menderita anemia hipoplastik lagi.
d.Anemia Hemolitik
Etiologi:
Penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya, wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat.
Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
1. Golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sferositosis, eliptositosis, anemia hemolitik herediter, thallesemia, anemia sel sabit, hemoglobinopatia C,D,G,H,I,dan paraxysmal nocturnal haemoglobin uria.
2. Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler, neoarsphenamin, timah, sulfonamid, kinin, paraguin, pimaguin, nitrofurantoin (furadantin), racun ular. Pada defisiensi G – 6 – PD, antogonismus rhesus atau ABO, leukemia, penyakit Hodglein, limfosarkoma, penyakit hati.
Gejala yang sering di jumpai ialah gejala – gejala proses hemolitik, seperti anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbiliribinemia, hiperurobilinuria, dan sterkobilia lebih banyak dalam feses.
Disamping itu terdapat pula sebagai tanda regenerasi darah seperti retikulositisis dan normolastemia, serta hiperplasia erithropoeis dalam sum – sum tulang.
Pengobatan
Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tegantung pada jenis dan beratnya obat – obat penambah darah tidak memberi hasil. Tranfusi darah, kadang – kadang diulang beberapa kali, diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan Ibu dan mengurangi hipoksia janin.
Hiperemisis Gravidarum
Komplikasi kehamilan yang paling sering disertai dengan gangguan psikis ialah hiperemisis gravidarum.
Selain kelainan organik (Hiperasiditas lambung, kadar chorion gonadotropin serum tinggi), faktor – faktor psikis sering pila menjadi dasar penyakit ini. Misalnya ketidakmatangan psikoseksual, pertentangan dengan suami atau dengan Ibu mertua, kesulitan Sosio – Ekonomi / perumahan, ketakutan akan persalinan dan lain – lain.
Pendekatan Psikologik sangat penting dalam pengobatan hiperemisis gravidarum, bantuan moral dengan meyakinkan wanita bahwa gejala – gejala itu wajar dalam kehamilan muda dan akan hilang dengan sendirinya menjelang kehamilan 4 bulan sangat penting. Kasus – kasus berat perlu di rawat dan ditempatkan di dalam kamar isolasi.
ABORTUS
1. Pengertian
Abortus adalah kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar.
2. Abortus dapat di bagi sebagai berikut :
• A. Spontan
Adalah keguguran atau terjadi dengan sendirinya
- Kejadian : 10 – 20 % dari semua kehamilan
- Sebab – sebab : Pada hamil muda abortus selalu di dahului oleh kematian janin kematian janin dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan Telur
Kelainan telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa hingga janin tidak mungkin hidup terus.
Misalnya : Karena faktor endogen seperti kelainan kromosom (Trisomi, Polyplordi).
2. Penyakit Ibu
Beberapa penyakit Ibu dapat menimbulkan abortus, misalnya :
• Infeksi akut yang berat : pneumoni, thypus, dan lain –lain dapat menyebabkan abortus atau partus praematurus.
• Kelainan endotrin : Kekurangan progesteron (disfungsi kelenjar gondok)
• Trauma : Laparatomi (kecelakaan)
• Kelainan alat kandungan : 1. Hypoplasia Uteri
2. Tumor Uterus
3. Teruix yang pendek
4. Retroflexio Uteri Incarderata
5. Kelainan Endometrium
Patologi
Kelainan yang terpenting ialah perdarahan dalam decrdua dan nexrose sekitarnya. Karena perdarahan ini ovum terlepas sebagian atau seluruhnya dan berfungsi sebagai benda asing yang menimbulkan kontraksi. Kontraksi ini akhirnya mengeluarkan isi rahim sebelum minggu ke 10 telur biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Kadang – kadang telur yang lahir dengan abortus mempunyai bentuk yang istemewa,Misalnya :
Telur Kosong berbentuk kantong amniopn berisi air tuban tanpa janin
Mola Crenta adalah telur yang dibungkus oleh darah kental. Kalau darah beku ini sudah seperti daging disebut Mola Camosa.
Mola Tuberosa adalah telur yang memperlihatkan benjolan – benjolan yang di sebabkan haematom antara amron dan chorion.
Nasib janin yang mati bermacam – macam :
1. Kalau masih sangat kecil dapat diaborsi & Hilang
2. Kalau janin sudah agak besar, maka cairan amnion diaborsi hingga janin tertekan yang sering disebut Foetus Compressus
3. Kalau janin sudah menjadi kering mengalami mummilikasi hingga menyerupai parkamen, sering terjadi pada kehamilan kembar.
A. Provacatus
Adalah pengguguran kehamilan karena di sengaja / di gugurkan
Kejadiannya : 80 % dari semua kehamilan
+ Provocotus dapat terbagi menjadi 2 macam yaitu :
• Provocotus Artifradiis / A. Theropeuticus
Ialah penggunaan kehamilan, biasanya dengan alat – alat dengan alasan bahwa kehamilannya membahayakan dan membawa maut bagi Ibu.
Ex : Ibu ynag berpenyakit berat (Jantung, Hipertensi, DM, Asma, DLL)
• Provacotus criminalis
Ialah penggunaan kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan di larang oleh hukum.
• Provocotus pada hamil muda ( di bawah 12 minggu) dapat dilakukan dengan pemberian prostaglandin atau currettage dengan penyedotan (Vakum / sendok curet. Pada hamil yang tua (diatas 12 minggu) dilakukan hysterotomi, juga dapat di suntikkan garam hypertonis (20%) / prostaglandin Intra amnial.
KUNIX ABORTUS
1. Abortus Imminens (keguguran mengancam)
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya jika seseorang wanita yang hamil muda menegeluarkan darah sedikit pervaginam maka ia diduga menderita A. Imminens.
Perdarahan yang sedikit pada hamil muda mungkin di sebabkan oleh hal – hal lain dari abortus, misalnya :
• Placental sign (gejala Placenta)
Ialah perdarahan dari pembuluh – pembuluh darah sekitar placenta
• Erosio potionus juga mudah berdarah pada kehamilan
• Polyp
Secara ikhtisar abortus imminens kita diagnosa kalau pada kehamilan muda terdapat :
1. Perdarahan sedikit
2. Nyeri memirin karena kontraksi tidak ada / sedikit sekali
3. Pada pemeriksaan dalam belum ada pembukaan
4. Tidak di ketemukan kelainan pada Ceruix
Pada abortus imminens masih ada harapan bahwa kehamilan masih berlangsung terus pengobatannya :
+ Istirahat rebah
+ Diberi sedativa Ex : luminal, codern, morphin
+ Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi kerenta non otot – otot rahim.
2. A. Inapiens (keguguran berlangsung)
A. Ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi
Tanda – tandanya ialah :
1. Perdarahan banyak, kadang – kadang keluar gumpalan darah
2. Nyeri karena kontraksi rahim kuat
3. Akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan
Abortus incipiens biasanya berakhir dengan abortus
Pengobatannya :
• Untuk mempercepat pengosongan rahim oxytocin 2½ satuan tiap – tiap jam sebanyak 6 kali
• Untuk M(-) nyeri karena his boleh di beri sedativa.
• Orxa tidak berhasil, dapat dilakukan curettage cual pembukaan cukup besar
3. A. Incompletus (keguguran tidak lengkap)
Sebagian dari buah kehamilan telah di lahirkan tapi sebagian masih tertinggal di dalam rahim.
Ex : Yang terpenting ialah
- Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus
- Sering serviks tetap terbuka karena masih ada ada benda di dalam rahim yang dianggap corpus allineum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
Tetapi kalau keadaan ini di biarkan lama, serviks akan menutup kembali
Pengobatannya :
Harus segera dibersihkan dengan curettage / secara digital selama masih ada sisa – sisa placenta akan terus terjadi perdarahan.
4. A. Seluruh buah kahamilan telah di lahirkan dengan lengkap.
Pada abortus completus perdarahan segera berkurang isi rahim di keluarkan dan selambat – lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali , karena dalam masa ini, luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai serta serviks juga segera menutup kembali.
Pengobatannya :
Sebelum melakukan curettage penderita di beri antibiotika dulu baru curettage dikerjakan setelah suhu tenang dalam 3 hari.
5. A. Missed abortion (keguguran tertunda)
Ialah keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan / lebih setelah janin mati.
Gejala – gejala :
• Rahim tidak membesar, malahn mengecil karena absorpsi air tuban dan macerasi janin
• Buah dada mengecil kembali
• Gejala – gejala lain yang terpenting tak ada, hanya ammenorhoe berlangsung terus
Pengobatannya :
Beni pitocin misalnya 10 satuan dalam 500 cc glucose
6. A. Habitualis (keguguran berulang – ulang)
Ialah abortus yang telah berulang dan berturut – turut terjadi sekurang – kurangnya 3x berturut – turut
Sebab – sebab abortus habitualis dapat dibagi dalam 2 golongan :
1. Sel benih yang kurang baik : Pada saat ini kita belum tahu bagaimana mengobatinya
2. Lingkungan yang tidak : hal – hal yang dapat mempengaruhi ialah :
• Dysfungsi Glandula Thyreordea : Hypofungsi kelenjar ini dapat diobati dengan pemberian Thyreoid hormon
• Kekurangan hormon – hormon corpus luteum (placenta K (-) hormon diatasi dengan terapi substitusi
Misalnya : sering diberi progesteron
• Defisisnsi makanan seperti asam folin
• Kelainan anatomis dari uterus yang kadang – kadang dapat di koreksi secara operatif
• Serviks yang Incomplenent : serviks yang incomplenent sudah membuka pada bulan ke 4 keatas : akibatnya ketuban mudah pecah dan terjadi abortus dapat dicegah dengan operasi shirodkar / Mac Donald
• Hyportensia essentialis
• Golongan darah suami istri yang tidak cocok
• Toxoplasmose.
Kehamilan Eletopik
Definisi :
Kehamilan Eletopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa
Kehamilan eletopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi didalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam serviks, pars intersititialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.
1. Kehamilan tuba
Sebab – sebab kahamilan tuba
a. Hal – hal yang mempersulit perjalanan telur ke dalam cavum uteri
- Salpingitis chronica
- Kelainan congenitaltuba
- Tumor – tumor yang menekan pada tuba
- Perlekatan tuba dengan alat – alat sekitarnya
- Migratio external
b. Tuba yang panjang seperti pada hypoplasia uteri
c. Hal – hal yang memudahkan Nidasi
Menurut tempatnya Nidasi maka terjadilah :
1. Kehamilan ampuler
2. Kehamilan Isthmik
3. Kehamilan Interstisiil
Perkembangan Kehamilan Tuba
Kehamilan tuba biasanya tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke 6 – minggu ke 12, yang paling sering antaara minggu ke 6 minggu ke 8
Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara
1. Abortus Tuber
2. Ruptura Tubae
1. Abortus Tuber
Pada abortus tuber, telur karena bertambah besar menembus endosalpinx (selaput lendir tuba) masuk kedalam liang tuba dan dikeluarkan ke arah Infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah ampula tuba.
Abortus tuber kira – kira terjadi antara minggu ke 6 – 12.
2. Ruptura Tubae
Pada ruptura tubae telur menembus lapisan otot tuba ke arah carum peritonei. Ini terjadi kalau implantasi telur dalam isthmus tuba.
Ruptur pada isthmus tuba terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba disini tipis, tapi ruptur pada pars interstitialis terjadi lambat kadang – kadang baru pada bulan ke 4 karena lapisan otot tebal.
Ruptur bisa terjadi spontan atau violent misal karena Tocher, defekasi atau coitus.
Ruptur biasanya terjadi ke dalam Lig Latum kalau iplantasinya pada dinding bawah tuba. Pada ruptur tuba seluruh telur dapat melalui robekan dan masuk kedalam cavum peritonei dimana telur itu mati, Tetapi kalau hanya janin yang melalui robekan dan plsenta tetap melekat pada dasarnya, maka kehamilan dapat berlangsung terus sebagai kehamilan abdominal.
Gejala – gejala :
+ Kehamilan eletopik biasanya baru memberikan gejala – gejala yang jelas dan lekas kalau sudah terganggu gejala – gejala yang penting Ialah :
• Nyeri perut
• Amenorrhoe
• Perdarahan pervaginam
• Shock karena hyporolaemia
• Nyeri bahu dan leher
• Nyeri pada palpasi
• Nyeri pada toucher
• Pembesaran uterus
• Tumor dalam rongga panggul
• Gangguan kencing
• Perubahan darah
Diagnosa :
Kehamilan eletopik yang terganggu harus di bedakan dari :
1. Radang dari alat – alat dalam panggul, terutama salpingitis
2. Abortus biasa
3. Perdarahan karena pecahnya kista follikel atau corpus luteum
Untuk membedakan dengan Salpingitis dapat di kemukakan :
1. Pada Salpingitis pernah ada serangan nyeri perut sebelumnya
2. Nyeri bilateral
3. Demam umumnya lebih tinggi
4. Galli mainini yang positip menunjuk kearah kehamilan ektopik, yang negatif tidak ada artinya.
Pada abortus biasa perdarahan lebih banyak, sering ada pembukaan adan uterus biasanya besar dan lunak.
Perdarahan karena pecahnya kista follikel atau corpus luteum tak dapat di bedakan tapi bukan merupakan persoalan penting karena harus dioperasi juga.
Untuk membantu diagnostik dapat dilakukan :
1. Reaksi Galli mainini : kalau positip maka ada kehamilan, reaksi yang negatif tidak berarti
2. Douglas Punksi : Jarum besar, yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan kedalam cavum douglasi menonjol kedalam fornix posterion
Kalau terhisap darah ada 2 kemungkinan :
a. Adanya darah dalam cavum Douglasi jadi adanya perdarahan dalam rongga perut
b. Tertusuknya vena dan terhisapnya darah vena dari daerah tersebut.
Maka untuk mengtakan bahwa douglas punksi positip, artinya adanya perdarahan dalam rongga perut, darah yang dihisap mempunyai sifat sebagai berikut :
• Berwarna merah tua
• Tidak membeku setelah dihisap
• Biasanya didalamnya terdapat gumpalan – gumpalan darah yang kecil.
Belakangan ini di pergunakan laparaskopi dan sonografi untuk membantu diagnosa.
Pengobatan :
Segera dilakukan operasi ialah salpingektomi dengan pemberian tranfusi darah.
Operasi tidak usah ditangguhkan sampai shock teratasi, asal tranfusi sudah jalan, operasi dapat dimulai dengan segera.
2. Kehamilan Interstisiil
Implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tubae. Karena lapisan mymetrium disini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira – kira pada bulan ke 3 atau ke 4.
Kalau terjadi ruptur maka perdarahan hebat karena tempat ini banyak pembuluh darahnya sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan kematian.
Terapi : Hysterektomi.
3. Kehamilan Abdominal
Menurut perpustakaan kehamilan abdominal jarang terjadi kira – kira 1 di antara 1.500 kehamilan. Kami ada kesan bahwa frekwensi di indonesia lebih tinggi.
Kehamilan abdominal ada 2 macam :
a. Kehamilan abdominal primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.
b. Kehamilan abdominal Sekunder, yang asalnya kehamilan tuba dan setelah ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.
Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder, maka biasanya biasanya placenta terdapat pada daerah tuba, permukaan belakang rahim dan ligamentum latum.
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencap[ai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atay ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.
Nasib janin yang mati intra – abdominal sebagai berikut :
Dapat terjadi pernanahan sehingga kantong kehamilan menjadi absces yang dapat pecah melalui dinding perut atau ke dalam usus atau kandung kencing. Dengan nanah keluar bagian – bagian janin seperti tulang – tulang, potongan – potongan kulit, rambut dan lain – lain.
Pengapuran (kalsifikasi) : anak yang mati mengapur, menjadi keras karena endapan – endapan garam kapur hingga berubah menjadi anak batu (lithopaedion).
Perlemakan : Janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere).
Kalau kehamilan sampai terjadi a'terme, maka timbul his, artinya pasien merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa.
Tetapi kalau kita periksa dengan teliti, tumor yang mengandung anak tidak mengeras.
Pada pemeriksaan dalam ternyata bahwa pembukaan tidak menjadi besar paling – paling sebesar 1 – 2 jari dan cerviks tidak merata, kalau kita masukkan jari ke dalam cavum uteri maka teraba uterus yang kosong.
Kalau keadaan ini tidak lekas di tolong dengan laparotomi maka anak akhirnya mati.
Gejala – gejala
Kehamilan abdominal biasanya baru didiagnosa kalau kehamilan sudah agak lanjut :
Segala tanda – tanda kehamilan ada tapi pada kehamilan abdominal biasanya pasien lebih menderita, karena perangsangan peritoneum, misalnya sering mual, muntah, gembung perur, obstipasi atau diarrhoe dan nyeri perut sering di kemukakan.
Pada kehamilan abdominal sekunder mungk9in pasien pernah mengalami sakit perut yang hebat disertai pusing atau pingsan ialah waktu terjadinya ruptura tubae.
Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton Hicks).
Pergerakkan anak dirasakan nyeri oleh Ibu
Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar
Bagian anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding perut
Di samping tumor yang mengandung anak kadang – kadang dapat di raba tumor tang lain ialah rahim yang membesar.
Pada Ro foto perut biasanya nampak kerangka anak yang tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa
Pada foto lateral nampak bagian – bagian janin menutupi vertebrae ibu
Adanya souffle vaskuler medial dari spina iliaca. Soffle ini diduga berasal dari arteria ovarica
Kalau sudah ada his dapat terjadi pembukaan ± sebesar 1 jari dan tidak menjadi lebih besar ; kalau kita masukkan jari kita ke dalam cavum uteri maka ternyata uterus kosong.
Diagnosa
Untuk menentukan diagnosa dilakukan percobaan sebagai berikut :
1. Pitocin test : 2 satuan pitocin di suntikkan subcutan dan tumor yang mengandung anak dipalpasi dengan teliti. Kalau tumor tersebut mengeras maka kehamilan itu intrauterin.
2. Kalau pembukaan tidak ada maka dapat di lakukan sondage untuk mengetahui apakah uterus kosong dan selanjutnya di buat Ro foto dengan sonde di dalam rahim.
3. Dibuat hyterografi dengan memasukkan lipiodol ke dalam cavum uteri.
Terapi
Kalau diagnosa sudah di tentukan maka kehamilan abdominal harus di operasi secepat mungkin, mengingat bahaya – bahayanya seperti perdarahan, ileus ; lagi pula seperti telah di terangkan, prognosa untuk anak kurang baik jadi kurang baik jadi kurang manfaatnya untuk menunda operasi untuk kepentingan anak kecuali pada keadaan – keadaan yang tertentu.
Yang dituju pada operasi ialah melahirkan anak saja, sedangkan placenta biasanya ditinggalkan.
Melepaskan placenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal menimbulkan perdarahan yang hebat, karena placenta melekat pada dinding yang tidak kontraktil.
Placenta yang ditinggalkan lambat – laun akan diresorpsi.
Mengingat kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah harus cukup.
4. Kehamilan Ovarial
Jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan ruptur pada hamil muda. Untuk mendiagnosa kehamilan ovarial harus di penuhi kriteria dari Spiegelberg.
5. Kehamilan Cervical
Kehamilan cervical jarang sekali terjadi.
Nidasi terjadi dalam selaput lendir cerviks
Dengan tumbuhnya telur, cerviks menggembung.
Kehamilan cerviks biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa pengguguran.
Placenta sukar di lepaskan dan pelepasan placenta menimbulkan perdarahan hebat hingga cerviks perlu ditampon atau kalau ini tidak menolong dilakukan hysterektomi.
Mola Hydatidosa
Mola Hydatidosa
Adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion
Kejadian :
Mola Hydatidosa adalah penyakit wanita dalam masa reproduksi tetapi kalau terjadi kehamilan pada wanita yang berumur lebih dari 45 Tahun, kehamilan mola 10 x lebih besar di bandingkan dengan gravidae antara 20 – 40 tahun.
Kejadian dirumah sakit besar di indonesia kira – kira diantara 80 persalinan, dinegara lain misalnya :
USA : 1 : 2000 kehamilan
Hongkong : 1 : 530 kehamilan
Taiwan : 1 : 125 kehamilan
Telah diterangkan bahwa kejadian di pengaruhi oleh umur dan ada kemungkinan juga oleh status sosial ekonomi.
Patologi :
Sebagian dari air berubah menjadi gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola partialis kadang – kadang ada janin
Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stoma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dari proliforasi trofoblast.
Pada pemeriksaan thromosom didapatkan poliplordi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex thromatin adalah wanita.
Pada mola hydatidosa, ovaria dapat mengandung krista lutein kadang – kadang hanya pada satu ovarium kadang – kadang pada kedua – duanya.
Krista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning – kuningan dapat mencapai ukuran sebesar tinju atau kepala bayi. Krista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin charion yang tinggi.
Krista ini kadang – kadang hilang sendiri setelah mola di lahirkan
Gejala – gejala :
Pada pasien dengan amnerorhoe terdapat :
1. Perdarahan kadang – kadang sedikit, kadang – kadang banyak karena perdarahan ini pasien biasanya anaemis
2. Rahim lebih besar dari pada sesuai dengan tuanya kehamilan
3. Hypremisis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama
4. Mungkin timbul preeklampsi atau eklampsi sebelum minggu terjadinya preeklampsi atau eklampsi sebelum minggu ke 24 menunjuk ke arah mola hydatidosa
5. Tidak ada tanda – tanda adanya janin ; tidak ada Ballotement tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada Rontgen foto.
Pada pola partialis, keadaan yang jarang terjadi dapat di ketemukan janin.
6. Kadar gonadotropin chorion tinggi dalam darah dan air kencing.
Diagnosa
Diagnosa baru pasti kalau kita melihat lahirnya gelembung mola. Kalau uterus lebih besar daripada sesuai dengan tuanya kehamilan maka kemungkinana yang harus dipertimbangkan :
Haid terakhir keliru
Kehamilan dengan dyada uteri
Hidramnion
Gemeli
Mola hidatidosa
Untuk membuat diagnosa sering dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Ro foto : Kalau ada rangka janin maka kemungkinan terbesar bahwa kehamilan biasa walaupun pada mola partialis kadang – kadang terdapat janin tidak terlihatnya janin tidak menentukan
2. Reaksi biologis misalnya Galli Mainini pada mola hydatidosa kadar gonadotropin chorion dalam dcarah dan air kencing sangat tinggi maka reaksi Galli mainini di lakukan kuantitatif. Kadar gonadotropin yang di peroleh selalu harus di bandingkan dengan kadar gonadotropin yang di peroleh selalu harus di bandingkan dengan kadar gonadotropin pada kehamilan biasa dengan umur yang sama.
Pada kehamilan muda kadar gonadotropin naik dan mencapai puncaknya ± pada hari ke 100 sesudach masa kadar tersebut turun. Kadar yang tinggi sesudah hari ke 100 dari kehamilan lebih berarti daripada kadar yang tinggi sebelum hari ke 100.
3. Percobaan Sonde : pada mola sonde mudah masuk ke dalam cavum uteri. Pada kehamilan biasa ada tahanan untuk janin
4. Teknik baru yang sedang diperkembangkan adalah
• Arteriografi : yang memperlihatkan pengisian bilateral vena uterina yang dini
• Suntikan zat kontras di dalam uterus : memperlihatkan gambaran sarang tawon
• Ulirasonografi : Gambaran badai salju
Prognosa
Mola hidatidosa merupakan sebab kematian yang penting kematian disebabkan oleh :
1. Perdarahan
2. Perforasi misalnya untuk mola destruens dimana gelembung menembus dinding rahim sampai terjadi perforasi
3. Infeksi, Sepsis
4. Chriocarcinoma setelah mola hidatidosa antara 2 % - 8 % dan makin tinggi pada umur tua.
Pengobatan :
Mengingat adanya bahaya tersebut maka hidatidosa harus di gugurkan setelah diagnosa ditentukan. Tetapi mengingat bahaya chriocarcinoma harus diadakan follw up yang diteliti jadi terapi terdiri 2 bagian :
1. Pengguguran dan curattage dari mola atau dilakukan hysterektomi
2. Follow up untuk mengawasi gejala – gejala choriocarcinoma.
Kalau sudah ada pembukaan sebesar kira – kira I jari di lakukan curettage. Curattage ini selalu harus dengan transfusi darah karena kemungkinan perdarahan yang banyak besar sekali. Sebaiknya dipergunakan hukum curet. Mengingat bahaya perforasi, karena uterus sangat lunak baik di berikan oxytocin sebelum curetage di mulai. Dengan penyuntikan oxytocin, uterus berkontraksi, dindingnya lebih keras dan mengurangi bahaya perforasi kalau belum ada pembukaan maka harus di usahakan dulu supaya cerviks cukup membuka karena curattage mola melalui ostrium yang sempit sangat berbahaya.
Pembukaan cerviks dapat di capai secara kimiawi misalnya dengan pemberian infus oxytocin 10 satuan dalam 500 cc glucose 5 % atau dengan penyuntikan 2½ satuan oxytocin setiap setengah jam sebanyak 6 kali.
Cara yang lain ialah secara mekanis dengan mempergunakan laminaria stift atau kombinasi dari kedua cara.
Supaya pengosongan rahim dapat dilakukan dengan cepat dipergunakan cunam abortus dulu dan ekspresi pada fundus, baru kalau uterus sudah kecil dilakukan curatage.
Kira – kira 10 –14 hari setelah curratage pertama dilakukan curratage ke 2. Pada waktu ini uterus sudah mengecil hingga lebih besar kemungkinan bahwa curratage betul menghasilkan uterus yang bersih. Pada wanita yang sudah berumur 40 tahun atau lebih mungkin baik di lakukan hysterektomi.
HAMIL KEMBAR
DEFINISI
—-Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hokum Hellin. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan seterusnya. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena itu mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan1.
—-
ETIOLOGI
1. Kembar Monozigotik
—-Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang dibuahi yang kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, masing-masing dengan potensi untuk berkembang menjadi suatu individu yang terpisah.
Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut :
• Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua embrio, dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan diamnionik dan di chorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang menyatu.
• Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion bersama, dengan demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik, monochorionik.
• Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik.
• Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.
2. Kembar Dizigot
—-Dizigotik, atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar monozigotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yaitu ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.
—-
PATOFISIOLOGI
—-Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.1,2 Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.
—-Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilan-kehamilan tunggal. Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.
—-Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.
—-Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru dengan peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan kehamilan dilanjutkan. Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
–—-–
DIAGNOSIS
—-Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan dengan berhubungan dengan dugaan kehamilan ganda, yaitu :
a. Anamnesis
—-Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan kembar adalah riwayat adanya keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas, adanya uterus yang cepat membesar: fundus uteri > 4 cm dari amenorea, gerakan anak yang terlalu ramai dan adanya penambahan berat badan ibu menyolok yang tidak disebabkan obesitas atau edema.
b. Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda
—-Adanya cairan amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut menyebabkan diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih kurang 50 % diagnosis kehamilan ganda dibuat secara tepat jika berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan satu janin lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan diagnosis, kehamilan ganda perlu dipikirkan bila dalam pemeriksaan ditemukan hal-hal berikut ; besarnya uterus melebihi lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan normal, banyak bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba dua balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10 atau lebih.
c. Pemeriksaan USG
—-Berdasarkan pemeriksaan USG dapat terlihat 2 bayangan janin atau lebih dengan 1atau 2 kantong amnion. Diagnosis dengan USG sudah setelah kehamilan 6-8 minggu dapat menentukan diagnosis akurat jumlah janin pada uterus dari jumlah kantong gestasional yang terlihat.
d. Pemeriksaan radiologi
—-Pemeriksaan dengan rotgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosa kehamilan ganda karena cahaya penyinaran. Diagnosis pasti kehamilan kembar ditentukan dengan teraba dua kepala, dua bokong, terdengar dua denyut jantung janin, dan dari pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosis diferensial :
• Kehamilan tunggal dengan janin besar
• Hidramnion
• Molahidatidosa
• Kehamilan dengan tumor
TANDA DAN GEJALA
Berikut adalah tanda dan gejala yang mengidentifikasikan kemungkinan kehamilan kembar menurut Bobak (2004):
1) Ukuran uterus, tinggi fundus uteri dan lingkar abdomen melebihi ukuran yang seharusnya untuk usia kehamilan akibat pertumbuhan uterus yang pesat selama trimester kedua.
2) Mual dan muntah berat (akibat peningkatan kadar hCG).
3) Riwayat bayi kembar dalam keluarga.
4) Riwayat penggunaan obat penyubur sel telur, seperti sitrat klomifen (Clomid) atau menotropins (Pergonal).
5) Pada palpasi abdomen didapat dua atau lebih bagian besar dan atau banyak bagian kecil, yang akan semakin mudah diraba terutama pada trimester tiga.
6) Pada auskultasi ditemukan lebih dari satu bunyi denyut jantung janin yang jelas-jelas berbeda satu sama lain (berbeda lebih dari 10 denyut jantung per menit dan terpisah dari detak jantung ibu).
—-Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hokum Hellin. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan seterusnya. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena itu mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan1.
—-
ETIOLOGI
1. Kembar Monozigotik
—-Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang dibuahi yang kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, masing-masing dengan potensi untuk berkembang menjadi suatu individu yang terpisah.
Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut :
• Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua embrio, dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan diamnionik dan di chorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang menyatu.
• Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion bersama, dengan demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik, monochorionik.
• Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik.
• Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.
2. Kembar Dizigot
—-Dizigotik, atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar monozigotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yaitu ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.
—-
PATOFISIOLOGI
—-Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.1,2 Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.
—-Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilan-kehamilan tunggal. Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.
—-Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.
—-Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru dengan peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan kehamilan dilanjutkan. Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
–—-–
DIAGNOSIS
—-Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan dengan berhubungan dengan dugaan kehamilan ganda, yaitu :
a. Anamnesis
—-Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan kembar adalah riwayat adanya keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas, adanya uterus yang cepat membesar: fundus uteri > 4 cm dari amenorea, gerakan anak yang terlalu ramai dan adanya penambahan berat badan ibu menyolok yang tidak disebabkan obesitas atau edema.
b. Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda
—-Adanya cairan amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut menyebabkan diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih kurang 50 % diagnosis kehamilan ganda dibuat secara tepat jika berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan satu janin lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan diagnosis, kehamilan ganda perlu dipikirkan bila dalam pemeriksaan ditemukan hal-hal berikut ; besarnya uterus melebihi lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan normal, banyak bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba dua balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10 atau lebih.
c. Pemeriksaan USG
—-Berdasarkan pemeriksaan USG dapat terlihat 2 bayangan janin atau lebih dengan 1atau 2 kantong amnion. Diagnosis dengan USG sudah setelah kehamilan 6-8 minggu dapat menentukan diagnosis akurat jumlah janin pada uterus dari jumlah kantong gestasional yang terlihat.
d. Pemeriksaan radiologi
—-Pemeriksaan dengan rotgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosa kehamilan ganda karena cahaya penyinaran. Diagnosis pasti kehamilan kembar ditentukan dengan teraba dua kepala, dua bokong, terdengar dua denyut jantung janin, dan dari pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosis diferensial :
• Kehamilan tunggal dengan janin besar
• Hidramnion
• Molahidatidosa
• Kehamilan dengan tumor
TANDA DAN GEJALA
Berikut adalah tanda dan gejala yang mengidentifikasikan kemungkinan kehamilan kembar menurut Bobak (2004):
1) Ukuran uterus, tinggi fundus uteri dan lingkar abdomen melebihi ukuran yang seharusnya untuk usia kehamilan akibat pertumbuhan uterus yang pesat selama trimester kedua.
2) Mual dan muntah berat (akibat peningkatan kadar hCG).
3) Riwayat bayi kembar dalam keluarga.
4) Riwayat penggunaan obat penyubur sel telur, seperti sitrat klomifen (Clomid) atau menotropins (Pergonal).
5) Pada palpasi abdomen didapat dua atau lebih bagian besar dan atau banyak bagian kecil, yang akan semakin mudah diraba terutama pada trimester tiga.
6) Pada auskultasi ditemukan lebih dari satu bunyi denyut jantung janin yang jelas-jelas berbeda satu sama lain (berbeda lebih dari 10 denyut jantung per menit dan terpisah dari detak jantung ibu).
APN 58 Langkah
Untuk melakukan asuhan persalinan normal dirumuskan 58 langkah asuhan persalinan normal sebagai berikut (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2003):
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih untuk menderingkan janin pada perut ibu.
20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih untuk menderingkan janin pada perut ibu.
20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.
PEDOMAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL
Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah. Melalui upaya pencegahan yang efektif, beberapa negara berkembang dan hampir semua negara maju, berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu ke tingkat yang sangat rendah.
Asuhan Kesehatan Ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus pada:
a) Keluarga Berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan yang diinginkan
b) Asuhan Antenatal Terfokus untuk memantau perkembangan kehamilan, mengenali gejala dan tanda bahaya, menyiapkan persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi
c) Asuhan Pascakeguguran untuk menatalaksana gawat-darurat keguguran dan komplikasinya serta tanggap terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.
d) Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi
Kajian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kesakitan dan kematian
e) Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan.
Dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksana komplikasi pada jenjang pelayanan tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi, dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berbeda menurut derajat, keadaan dan tempat terjadinya
Pergeseran Paradigma
Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi. Persalinan bersih dan aman serta pencegahan komplikasi selama dan pascapersalinan terbukti mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran paradigma tersebut diatas:
· Mencegah Perdarahan Pascapersalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri
Upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan dimulai pada tahap yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan, diantaranya manipulasi minimal proses persalinan, penatalaksanaan aktif kala III, pengamatan melekat kontraksi uterus pascapersalinan. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinan patologis dan dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal.
· Laserasi/episiotomi
Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum.
· Retensio plasenta
Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan, mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali.
· Partus Lama
Untuk mencegah partus lama, asuhan persalinan normal mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan. Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan aman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara penolong dan keluarga klien.
· Asfiksia Bayi Baru Lahir
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermia.
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal
Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan dasar yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bekerjasama dengan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) dengan bantuan teknis dari JHPIEGO dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi kerjasama untuk merancang pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk memperbaiki kinerja penolong persalinan. Dasar pelatihan klinik asuhan persalinan normal ini adalah asuhan yang bersih dan aman dari setiap tahapan persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pascapersalinan dan hipotermia serta asfiksia bayi baru lahir.
Asuhan Persalinan Normal
Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal). Dengan pendekatan seperti ini, berarti bahwa:
Setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan
Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan asuhan persalinan normal harus diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin di setiap tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan dimanapun hal tersebut terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi di rumah, puskesmas atau rumah sakit. Penolong persalinan mungkin saja seorang bidan, perawat, dokter umum atau spesialis obstetri. Jenis asuhan yang akan diberikan, dapat disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir.
Praktik-praktik pencegahan yang akan dijelaskan dalam buku acuan ini adalah:
a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti cuci tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai bagi proses persalinan, kebutuhan bayi dan proses ulang peralatan bekas pakai.
b. Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong proses persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk membuat keputusan klinik, sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan yang paling tepat dan memadai.
c. Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan masa nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarganya tentang proses persalinan dan kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
d. Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi ibu di setiap tahapan persalinan dan tahapan waktu bayi baru lahir.
e. Menghindarkan berbagai tindakan yang tidak perlu dan/atau berbahaya seperti misalnya kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi pembukaan lengkap, meminta ibu meneran secara terus-menerus, penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir.
f. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.
g. Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali tanda-tanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
h. Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan kesehatan, keamanan dan kenyamana ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara dini gejala dan tanda bahaya atau komplikasi pascapersalinan/bayi baru lahir dan mengambil tindakan yang sesuai.
i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir
j. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
Pada akhir pelatihan, peserta latih harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan sehingga mampu untuk memberikan asuhan persalinan yang aman dan bersih serta mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir, baik di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi maupun pada awal masa nifas. Peserta latih adalah petugas kesehatan yang akan menjadi pelaksana pertolongan persalinan, juga harus mampu untuk mengenali (sejak dini) setiap komplikasi yang mungkin terjadi dan mengambil tindakan yang diperlukan dan sesuai dengan standar yang diinginkan. Praktik terbaik asuhan persalinan normal terbukti mampu mencegah terjadinya berbagai penyulit atau komplikasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir sehingga upaya perbaikan status kesehatan dan kualitas hidup kelompok rentan risiko ini dapat diwujudkan.
Asuhan Kesehatan Ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus pada:
a) Keluarga Berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan yang diinginkan
b) Asuhan Antenatal Terfokus untuk memantau perkembangan kehamilan, mengenali gejala dan tanda bahaya, menyiapkan persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi
c) Asuhan Pascakeguguran untuk menatalaksana gawat-darurat keguguran dan komplikasinya serta tanggap terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.
d) Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi
Kajian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kesakitan dan kematian
e) Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan.
Dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksana komplikasi pada jenjang pelayanan tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi, dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berbeda menurut derajat, keadaan dan tempat terjadinya
Pergeseran Paradigma
Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi. Persalinan bersih dan aman serta pencegahan komplikasi selama dan pascapersalinan terbukti mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran paradigma tersebut diatas:
· Mencegah Perdarahan Pascapersalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri
Upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan dimulai pada tahap yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan, diantaranya manipulasi minimal proses persalinan, penatalaksanaan aktif kala III, pengamatan melekat kontraksi uterus pascapersalinan. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinan patologis dan dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal.
· Laserasi/episiotomi
Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum.
· Retensio plasenta
Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan, mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali.
· Partus Lama
Untuk mencegah partus lama, asuhan persalinan normal mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan. Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan aman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara penolong dan keluarga klien.
· Asfiksia Bayi Baru Lahir
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermia.
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal
Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan dasar yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bekerjasama dengan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) dengan bantuan teknis dari JHPIEGO dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi kerjasama untuk merancang pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk memperbaiki kinerja penolong persalinan. Dasar pelatihan klinik asuhan persalinan normal ini adalah asuhan yang bersih dan aman dari setiap tahapan persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pascapersalinan dan hipotermia serta asfiksia bayi baru lahir.
Asuhan Persalinan Normal
Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal). Dengan pendekatan seperti ini, berarti bahwa:
Setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan
Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan asuhan persalinan normal harus diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin di setiap tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan dimanapun hal tersebut terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi di rumah, puskesmas atau rumah sakit. Penolong persalinan mungkin saja seorang bidan, perawat, dokter umum atau spesialis obstetri. Jenis asuhan yang akan diberikan, dapat disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir.
Praktik-praktik pencegahan yang akan dijelaskan dalam buku acuan ini adalah:
a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti cuci tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai bagi proses persalinan, kebutuhan bayi dan proses ulang peralatan bekas pakai.
b. Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong proses persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk membuat keputusan klinik, sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan yang paling tepat dan memadai.
c. Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan masa nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarganya tentang proses persalinan dan kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
d. Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi ibu di setiap tahapan persalinan dan tahapan waktu bayi baru lahir.
e. Menghindarkan berbagai tindakan yang tidak perlu dan/atau berbahaya seperti misalnya kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi pembukaan lengkap, meminta ibu meneran secara terus-menerus, penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir.
f. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.
g. Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali tanda-tanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
h. Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan kesehatan, keamanan dan kenyamana ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara dini gejala dan tanda bahaya atau komplikasi pascapersalinan/bayi baru lahir dan mengambil tindakan yang sesuai.
i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir
j. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
Pada akhir pelatihan, peserta latih harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan sehingga mampu untuk memberikan asuhan persalinan yang aman dan bersih serta mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir, baik di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi maupun pada awal masa nifas. Peserta latih adalah petugas kesehatan yang akan menjadi pelaksana pertolongan persalinan, juga harus mampu untuk mengenali (sejak dini) setiap komplikasi yang mungkin terjadi dan mengambil tindakan yang diperlukan dan sesuai dengan standar yang diinginkan. Praktik terbaik asuhan persalinan normal terbukti mampu mencegah terjadinya berbagai penyulit atau komplikasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir sehingga upaya perbaikan status kesehatan dan kualitas hidup kelompok rentan risiko ini dapat diwujudkan.
Langganan:
Postingan (Atom)